Kasus Wasior di Papua Barat yang
menelan korban jiwa aparat Brimob dan masyarakat sipil sudah terjadi sejak
tujuh belas tahun yang lalu. Di samping korban jiwa, timbul kerugian material
yang tidak sedikit dan penyiksaan yang menimpa masyarakat secara sadis sehinnga berakibat pada trauma
yang berkepanjangan.
Komnas HAM dalam penyelidikannya berkesimpulan bahwa dalam
Kasus Wasior, diduga telah terjadi pelanggaran HAM yang berat sebagaimana
diatur di dalam Undang-Undang tentang Pengadilan HAM.
Sepanjang
belasan tahun sejak kasus itu terjadi, tidak ada kegiatan yang bisa
mengumpulkan para korban bersama dengan pemerintah, TNI, dan Polri dalam satu
ruang bersama.
“Peringatan Hari HAM pada 10
Desember 2018 mengambil lokasi di Wasior, dengan alasan untuk memberikan
kepastian dan memutus sikap saling mencurigai” kata Leo Rumainum, Ketua Panitia
Hari HAM, di depan dua ratusan korban dan undangan yang hadir.
Wakil Bupati Kabupaten Teluk
Wondama Paulus Indumbri dalam sambutannya menyebutkan bahwa proses hukum
atas kasus HAM menjadi tanggung jawab lembaga penegak hukum, sedangkan
pemerintah daerah memiliki tanggung jawab untuk melaksanakan pembangunan demi
terpenuhinya kebutuhan masyarakat Wondama yang lebih baik dan sejahtera.
Kata
Paulus, pembangunan dan pemenuhan hak-hak ekonomi, social, dan budaya,
dilaksanakan untuk kepentingan warga Wondama yang berjumlah 32 ribu jiwa,
termasuk di dalamnya mereka yang pernah menjadi korban Kasus Wasior.
“Kita
harus menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusian sebab hal tersebut menjadi
pegangan bersama antara pemerintah dan rakyat. Saya mengapresiasi upaya
pemulihan hak-hak korban yang sedang terus dikerjakan oleh semua pihak,” ujar
Paulus.
Sementara
salah satu korban kasus Wasior, Yan Taribaba menyebutkan, sampai saat ini
dirinya bersama korban pelanggaran HAM Wasior masih menantikan kepastian hukum
atas pelanggaran HAM yang mereka alami.
Frits
Ramandey, Kepala Kantor Komnas HAM RI Perwakilan Papua yang membacakan
sambutan menyebutkan bahwa dalam konteks kasus-kasus pelanggaran HAM di
Papua, Presiden RI Joko Widodo telah menegaskan komitmen politiknya
untuk menyelesaikan berbagai kasus pelanggaran HAM.
“Tidak
hanya komitmen saja tapi telah memberikan perintah kepada Pangglima TNI,
Kapolri, Menkumham, Kejaksaan Agung dan Komnas HAM, untuk bekerja bersama dalam
menyelesaikan kasus-kasus HAM di Papua. Sebab menurut Presiden Jokowi,
penegakan hukum dan kepastian hukum adalah harapan masyarakat Indonesia,” papar
Fritz.
Frits
Ramandey menyebutkan, dalam konteks Papua, kondisi pemajuan HAM terus ditingkatkan kendati dalam
banyak hal terjadi perbedaan antara masyarakat dan pemerintah juga aktivis
lainnya. Kendati demikian, perbedaan
tersebut dari aspek dialektika HAM menunjukan adanya komitmen bagi pemajuan,
promosi, dan penegakan HAM di Papua yang lebih baik.
Komnas
HAM akan terus bekerja untuk menyelesaikan kasus HAM yang masih belum
dituntaskan, seperti Kasus Wasior 2001 dan kasus Wamena 2003, juga kasus Paniai
2014.
Perayaan
Hari HAM Internasional se-Tanah Papua yang di pusatkan di Wasior memberikan
wacana baru untuk memulai dan memutus rantai saling kecurigaan antara para
pihak yang selama 17 tahun membelengu masyarakat. (Yorgen – Melki)