Kantor Perwakilan

Pembahasan Situasi HAM di Kalimantan Barat

Jumlah kasus dugaan pelanggaran HAM (Hak Asasi Manusia) yang dilaporkan masyarakat Kalimantan Barat kepada Komnas HAM Perwakilan Kalimantan Barat mengalami penurunan sejak 2013 hingga 2020. Data tahun 2013 menunjukan sebanyak 102 kasus dugaan pelanggaran HAM yang didukan ke Komnas HAM Perwakilan Kalimantan Barat. Jumlah tersebut terus menurun hingga tahun 2020 jumlah kasus yang diadukan sebanyak 58 kasus.

Hal itu disampaikan oleh Kepala Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Perwakilan Kalimantan Barat, Nelly Yusnita, S. HUT., MM, saat menjadi salah satu pembicara dalam diskusi “September Hitam: Refleksi Hak Asasi Manusia di Indonesia” yang dilaksanakan Rumah Diskusi Kalimantan Barat pada Minggu, 26 September 2021.

Nelly menyatakan penurunan kasus dari tahun ke tahun ini dikarenakan sudah banyak lembaga negara independen yang juga bekerja dengan isu-isu HAM yang terbentuk di Kalimantan Barat sehingga Komnas HAM Perwakilan Kalimantan Barat dan lembaga negara lain turut bersinergi sebagai upaya penegakan HAM.

Dari sisi pemajuan HAM, Komnas HAM telah melaksanakan uji coba pelatihan sekolah ramah HAM. Komnas HAM menerbitkan modul-modul untuk kepala sekolah dalam mewujudkan sekolah ramah HAM dan modul untuk guru PPKn (Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan) SMA (Sekolah Menengah Atas) terkait pendampingan murid di sekolah. Sebanyak 30 sekolah di Kota Pontianak dan Kabupaten Kuburaya ikut dalam pelatihan tersebut.

Dalam diskusi tersebut, para peserta sangat antusias dalam memberikan pertanyaan. Salah satu pertanyaannya adalah tentang kasus Ahmadiyah Sintang yang tengah ramai diperbincangkan. Menjawabnya, Nelly mengatakan setiap orang memiliki kebebasan untuk memeluk agama sesuai dengan keyakinan masing-masing di mana hal tersebut telah dijamin dalam undang-undang.

“Sebelum terjadinya pengerusakan masjid Ahmadiyah, Komnas HAM telah memantau dinamika yang berkembang di Sintang dan juga telah melakukan korodinasi dengan pihak terkait antara lain Kepolisian Negara Republik Indonesia Daerah (Polda) Kalimantan Barat, Pemerintah Kabupaten Sintang, dan Kementerian Agama,” ujar Nelly.

Pertanyaan lain yang ditanyakan adalah tentang perlindungan HAM bagi terduga terorisme. Nelly menyatakan hak untuk tidak disiksa adalah hak setiap manusia, termasuk terduga terorisme. Ketika seorang terduga terorisme telah berada di bawah penguasaan kepolisian, maka pihak kepolisian harus menjalankan tugas dan fungsinya sesuai SOP (Standar Operational Prosedur) yang sesuai dengan prinsip dan standar HAM.

Pertanyaan terakhir yang ditanyakan adalah tentang kasus agraria yang masih banyak dijumpai. Nelly menjelaskan kasus yang paling banyak diadukan masyarakat ke Komnas HAM baik di Jakarta maupun di Perwakilan Kalimantan Barat setelah keadilan atas proses hukum adalah konflik agraria. Konflik agraria biasanya terjadi di pedalaman di mana masyarakat memperjuangkan hak atas tanah yang telah dirampas.

Nelly menegaskan bahwa Komnas HAM Perwakilan Kalimantan Barat terus memastikan negara hadir untuk menghormati, melindungi, dan memenuhi hak asasi manusia. Sesuai dengan fungsi yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Komnas HAM memliki fungsi mediasi. Jika dalam proses mediasi tidak ada kesepakatan antara pengadu dan teradu, Komnas HAM menyarankan kepada pengadu untuk memproses ke pengadilan.

Sebagai penutup, Nelly kembali menekankan negara harus menghormati, memenuhi, melindungi dan hak asasi setiap warga negara.  Pemahaman hak asasi manusia antara negara dan masyarakat harus sama. Di sisi lain, selain menuntut hak, masyarakat juga harus melaksanakan kewajiban dan mentaati peraturan yang berlaku. Kemudian, setiap warga negara harus saling menghormati, menghargai, dan menjunjung tinggi toleransi.

LA