
“Makna
dan hakikat dari hak asasi manusia (HAM) paling sederhana adalah memanusiakan
manusia," jelas Nelly Yusnita selaku Kepala Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas
HAM) Perwakilan Kalimantan Barat pada Dialog Publik TVRI Kalimantan Barat
dengan tema "Berkebudayaan Berkemanusiaan" (Refleksi Pemajuan dan Penegakan HAM
di Kalbar) pada Rabu, 07 Desember 2022.
Sesuai
dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, definisi
HAM adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia
sebagai mahkluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib
dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, Pemerintah, dan
setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia. Pemerintah
(eksekutif, legislatif, dan yudikatif) yang merupakan bagian dari negara
memiliki tanggung jawab untuk memastikan penghormatan, perlindungan, dan
pemenuhan hak asasi setiap warga negara terpenuhi. "Peraturan perundang-undangan
adalah salah satu produk dari pemerintah untuk memastikan hak-hak warga negara
terpenuhi," tambah Nelly.
Sesuai
dengan tugas dan fungsi Komnas HAM dalam bidang Pengkajian dan Penelitian,
Komnas HAM melakukan pengkajian atas Instrumen HAM internasional maupun peraturan
tingkat nasional dan lokal. “Pengkajian terkait apakah intrumen HAM internasional
dapat dikonvensi ke peraturan perundang-undangan di Indonesia, kemudian apakah peraturan
di tingkat nasional dan lokal tersebut berspektif HAM atau tidak," tegas Nelly
Yusnita. Hasil pengkajian berupa rekomendasi yang disampaikan kepada pemerintah
untuk dilakukan evaluasi atas perumusan dan atau implementasi dari peraturan
tersebut.
Komnas
HAM Perwakilan Kalimantan Barat telah melakukan pengkajian dan penelitian tentang hak atas kebebasan masyarakat
dalam memeluk agama, mengingat Kalimantan Barat adalah salah satu wilayah
dengan pluralisme yang cukup tinggi. “Konghucu baru diakui sebagai agama pasca
reformasi sehingga kami melakukan penelitian apakah masyarakat yang beragama
tersebut dapat menjalankan ibadah dengan ketersediaan sarana dan prasarana, ketersediaan
guru agama Konghucu di sekolah-sekolah, dan pemenuhan administrasi kependudukan
dengan mencantumkan Konghucu dalam kolom agama di Kartu Tanda Penduduk (KTP)," jelas Nelly. Hasilnya adalah Komnas HAM Perwakilan Kalimantan Barat memberikan
rekomendasi kepada pemerintah daerah setempat terkait temuan-temuan di
lapangan.
Komnas
HAM Perwakilan Kalimantan Barat juga melakukan kegiatan pendidikan dan
penyuluhan kepada kepala sekolah dan guru Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan (PPKn) di 30 sekolah yang terdiri dari Sekolah Menengah Atas
(SMA), Sekolah Menegah Kejuruan (SMK), dan Madarasah Aliyah (MA), baik negeri
maupun swasta di Kota Pontianak dan Kabupaten Kubu Raya. "Kami menyediakan modul buku
pendampingan untuk mewujudkan sekolah yang ramah HAM,” tambah Nelly. Pelatihan tersebut
melatih kepala sekolah untuk mewujudkan sekolah ramah HAM dan melatih guru PPKN terkait teknik penyampaian materi HAM dengan lugas kepada siswa. “Kegiatan
tersebut diapresiasi oleh pihak sekolah karena mereka tidak canggung berdiskusi
dengan siswa terkait HAM dasar dan isu-isu HAM terkini," jelas Nelly Yusnita. Tahapan
selanjutnya adalah adanya Training of Trainer
(TOT) bagi sesama guru di masing-masing sekolah.
Selain itu, sebagai bentuk penegakan HAM, Komnas HAM Perwakilan Kalimantan Barat melakukan pemantauan dan atau mediasi terkait kasus-kasus dugaan pelanggaran HAM. Pemantauan dilakukan sebagai bentuk pengamatan dan pemeriksaan atas peristiwa yang timbul yang patut diduga terdapat pelanggaran HAM. “Sesuai Undang-Undang tentang HAM, pemantauan tidak harus turun ke lapangan, namun pemanggilan kepada teradu untuk didengar keterangannya dengan menyerahkan bukti yang diperlukan juga termasuk pemantauan," tambah Nelly Yusnita. Di sisi lain, mediasi kasus dugaan pelanggaran HAM bertujuan untuk perdamaian kedua belah pihak yang pada umumnya berhubungan dengan kasus keperdataan, yaitu agraria dan keteragakerjaan. (LA)