Sekretariat Komnas HAM di Provinsi

Pemenuhan Hak-Hak Buruh Perkebunan Sawit Kalimantan Barat Wujudkan Pembangunan Berkelanjutan dan Capaian SDGs

Perusahaan perkebunan adalah salah satu tombak Provinsi Kalimantan Barat dalam mewujudkan pembangunan berkelanjutan. Tentunya hal tersebut harus sejalan dengan kepastian pemenuhan hak-hak buruh oleh perusahaan. Dalam siaran Ruang Terbuka RRI Pro 1 Pontianak dengan tema “Pemenuhan hak-hak buruh wujudkan perkebunan sawit berkelanjutan dan capaian SDGs”, Kepala Sekretariat Komnas HAM di Provinsi Kalimantan Barat, Nelly Yusnita menyampaikan masih banyak pengaduan yang masuk ke Sekretariat Komnas HAM di Provinsi Kalimantan Barat yang pihak terlapornya adalah perusahaan kelapa sawit (17/04/2025).

Pengaduan tersebut dikelompokkan secara spesifik, yaitu isu agraria terkait sengketa lahan dan isu ketenagakerjaan terkait adanya pemutusan hubungan kerja sepihak, tidak dipenuhi fasilitas kesehatan, lingkungan yang kurang sehat, tidak ada kejelasan perhitungan skala upah, hak untuk menyampaikan pendapat atau mendirikan serikat buruh, jaminan social dan lain-lain.

Guru Besar Fakultas Pertanian Universitas Tanjungpura, Irjat Sudrajat juga menyampaikan kondisi lapangan di mana masih adanya dugaan pelanggaran hak-hak buruh, yaitu ketimpangan hubungan pemberi kerja dan penerima kerja, upah yang tidak layak, tidak dipenuhinya Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3), pesangon tidak dibayarkan, dan adanya dugaan buruh anak. Permasalahan ini mengindikasikan adanya potensi eksploitasi tenaga kerja karena kurangnya komitmen perusahaan.

“Baik perusahaan kecil, menengah, ataupun besar wajib memenuhi hak-hak buruh”, jelas Bayu Sefdiantoro selaku Deputi Direktur Teraju Indonesia. Pembentukan Lembaga Kerja Sama Bipartit (LKS Bipartit) di tingkat perusahaan merupakan salah satu upaya perusahaan untuk menyelesaikan sengketa ketenagakerjaan melalui musyawarah mufakat dengan melibatkan sertikat buruh dan perusahaan. “Apabila tidak ada kesepakatan dalam perundingan bipartit, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi di tingkat Kabupaten atau Kota memfasilitasi penyelesaian melalui perundingan tripartit dengan melibatkan mediator”’, tambah Hermanus selaku Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kalimantan Barat.

“Regulasi yang dikeluarkan pemerintah terkait ketenagakerjaan telah banyak dikeluarkan dan para pengusaha tentunya berkomitmen untuk menjalankan peraturan yang ada”, tutur Budiono dari Bidang Ketenagakerjaan GAPKI Kalbar. Budiono juga menambahkan jika masih ditemukan permasalahan di lapangan merupakan hal yang wajar, namun pengusaha juga terus berusaha menyelesaikan permasalahan sesuai dengan peraturan yang berlaku sehingga aktivitas perusahaan tetap berjalan.

“Penyelesaian sengketa ketenagakerjaan bukan hanya menjadi tanggung jawab perusahaan, namun juga negara di mana negara juga berperan dalam memastikan keberalanjuan bisnis dengan meminimalisir dampak negatif aktivitas bisnis tersebut”, jelas Nelly Yusnita. Pemahaman aktivitas bisnis yang menghormati HAM harus selaras bagi skeholders sehingga masih perlu adanya ruang komunikasi atau dialog lintas sektoral karena capaian target SDG’s merupakan tanggung jawab bersama. (LA)