Konflik agraria tetap menjadi persoalan besar dalam konteks hak asasi manusia (HAM), terutama di daerah yang menjadi sasaran bisnis perkebunan. Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) merupakan salah satu daerah yang jumlah dugaan pelanggaran HAM-nya relatif banyak dengan locus masalah agraria.
“Pelanggaran HAM masih marak terjadi di daerah Sumatera Selatan dalam bentuk sengketa lahan di Persil 266, 261 dan 514. Sampai saat ini kasus tersebut masih menjadi perhatian serius dari pihak Komnas HAM,” ujar anggota Komnas HAM Ansori Sinungan saat menerima kunjungan Komisi I DPRD Sumatera Selatan akhir Agustus lalu di kantor Komnas HAM, Jakarta.
Berdasarkan data pengaduan Komnas HAM, menurut Ansori, tercatat ada 22 kasus dari Sumsel. Kasus yang diadukan warga Sumsel ini meliputi: 18 kasus sengketa lahan dan tiga kasus terkait penggusuran, serta satu kasus terkait ketenagakerjaan. “Permasalahan ini seyogyanya menjadi fokus pemerintah,” tegasnya.
Anggota Komisi I DPRD Sumsel Anwar Hasan menyatakan, persoalan agraria merupakan masalah yang cukup rumit di Sumsel. Tingginya biaya pembuatan sertifikat tanah merupakan salah satu masalah, ditambah lagi dengan sebagian masyarakat tak memiliki bukti otentik kepemilikan yang sah.
“Perlu menjadi perhatian serius oleh segenap aparat pemerintah agar persoalan agraria terselesaikan dan tidak mengorbankan rakyat kecil,” pungkasnya.
Kunjungan kerja Komisi 1 DPRD Sumatera Selatan menekankan pada dialog terkait fungsi pelaksanaan penegakan HAM Komnas HAM di Indonesia. Dalam dialog juga disampaikan perlunya informasi tentang HAM di Sumsel. Sosialisasi nilai HAM diharapkan dapat menekan pelanggaran HAM di wilayah konstituenya.
Dalam dialog ini dihadiri 18 anggota Komisi I DPRD Sumsel yang dipimpin Wakil Ketua Komisi Husni Tamhrin. Dialog ini diharapkan memberi pemahaman dan pengetahuan lebih jauh lagi tentang HAM dan diimplementasikan oleh DPRD Sumsel dalam proses legislasi untuk meminimalkan pelanggaran HAM di Sumsel. (Rizky Pujianto/Sugeng Sukotjo/Arief Setiawan)
Short link