Kabar Latuharhary

Pasal Tentang Mediasi Tidak Akan Berubah

Latuharhary – Pasal 23 Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan dipastikan tidak akan mengalami perubahan karena dinilai masih relevan, kata Hj. D. S. Dewi, S.H,M.H selaku Wakil Ketua Pengadilan Klas IA Bale Bandung pada diskusi yang mengangkat tema Revisi Perma Nomor 1 Tahun 2008 di Komnas HAM, Senin (14/9/2015).

Mediasi yang difasilitasi oleh Komnas HAM, yang masuk dalam kategori hasil mediasi di luar pengadilan,  yang hendak dimintakan pendaftaran ke Pengadilan Negeri, akan mengikuti ketentuan Pasal 23 tersebut.

“Komnas HAM sebaiknya mulai menggunakan nomenklatur yang ‘seragam’ dalam setiap output hasil mediasi, diantaranya dengan menggunakan nomenklatur Kesepakatan Perdamaian sebagaimana output/produk yang lazim dipergunakan oleh jajaran pengadilan,” katanya.

Hal ini, lanjutnya, guna memudahkan pemahaman Panitera/Ketua Pengadilan Negeri yang akan menerima dokumen hasil mediasi Komnas HAM untuk didaftarkan di Pengadilan, sehingga mengurangi kemungkinan terjadinya perdebatan antara Komnas HAM dengan jajaran pengadilan.

Komnas HAM juga diminta untuk segera mengirimkan SOP Mediasi kepada Pokja ADR/Mediasi Mahkamah Agung agar isi SOP tersebut dapat dipelajari lebih lanjut oleh Pokja. Apabila memungkinkan dan bersesuaian dengan garis besar draft perubahan Perma, sejumlah substansi SOP Mediasi Komnas HAM dapat diakomodir dalam draft perubahan Perma yang akan diajukan.

Terkait pengaturan tentang Mediasi Komnas HAM dalam Pasal 96 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM masih dinilai multitafsir, disarankan agar Komnas HAM mengupayakan secara maksimal agar substansi kesepakatan hasil mediasi yang dilakukan dapat dilaksanakan secara seketika. “Sehingga tidak memerlukan proses yang melibatkan jajaran pengadilan dengan pendaftaran kesepakatan serta permintaan eksekusi. Hal ini memang tidak mudah untuk direalisasikan, namun merupakan tantangan bagi para Komisioner dan Staf Mediasi untuk mengupayakannya semaksimal mungkin," tukasnya.

Perlu disampaikan bahwa revisi Perma Nomor 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan dipandang perlu dilakukan terlebih mengingat perma ini telah berusia lebih dari 7 tahun.

Saat ini proses perubahan Perma hampir rampung, Pokja Mediasi/ADR Mahkamah Agung merencanakan untuk finalisasi Draft Perma perubahan sekitar bulan Februari 2016. Terdapat beberapa usulan baru yang diakomodir dalam draft perubahan Perma, diantaranya klausul tentang itikad baik para pihak beserta sanksi bagi pihak yang melanggar ketentuan ini, akomodasi penyelesaian sebagian atas sengketa yang dimediasi, serta penghapusan ketentuan bahwa proses pengukuhan kesepakatan perdamaian ke pengadilan harus melibatkan Mediator Bersertifikat.

Perma ini semula dimaksudkan untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi penanganan perkara perdata, sehingga tidak menambah tumpukan perkara di Mahkamah Agung. Akan tetapi berdasarkan hasil eveluasi yang dilakukan oleh IICT, tingkat keberhasilan mediasi di jajaran pengadilan masih tergolong minim, sehingga diperlukan pemikiran baru (terobosan) dalam rangka pemberdayaan tokoh-tokoh masyarakat yang memiliki kemampuan menyelesaikan sengketa melalui mekanisme mediasi.

Diskusi yang cukup dinamis ini melibatkan sejumlah pihak antara lain Komisioner Sandrayati Moniaga dan M. Imdadun Rahmat serta seluruh pegawai di Subkomisi Mediasi. (Rep.Didi supandi/ Editor Eva Nila Sari)   
Short link