Kabar Latuharhary

Deklarasi Federasi Organisasi OYTK

Latuharhary - Komnas HAM memberikan dukungan penuh atas terselenggaranya Deklarasi Federasi Organisasi Orang Yang Terdampak Kusta (OYTK) di Gedung Komnas HAM Jakarta, Kamis (10/12/2015).

Pelaksanaan Deklarasi Federasi Organisasi OYTK di Indonesia merupakan tonggak baru terhadap pengakuan  OYTK sebagai kelompok penyandang disabilitas dan marjinal,” tukas Ansori Sinungan, Koordinator Subkomisi Mediasi Komnas HAM selepas deklarasi disampaikan.

Menurutnya, selain memperkenalkan keberadaan Federasi Organisasi OYTK, deklarasi dimaksudkan untuk menggalang kemitraan dengan lembaga/organisasi lain dalam rangka perwujudan penghormatan, perlindungan dan pemenuhan hak-hak asasi OYTK.

Ia menyampaikan bahwa Komnas HAM sebagai lembaga HAM nasional yang mandiri memang telah diminta untuk menjadi penyelenggara kegiatan tersebut karena Komnas HAM memiliki kepedulian tinggi terkait isu kusta, memiliki jaringan kerja yang luas, dan memiliki posisi strategis untuk menyebarluaskan nilai-nilai HAM, terutama guna mengkampanyekan penghentian segala bentuk stigma dan diskriminasi terhadap OYTK dan anggota keluarganya.

Melalui deklarasi ini, lanjut Ansori,  diharapkan akan memunculkan komitmen bersama untuk menghapus segala stigma dan diskriminasi terhadap OYTK dan anggota keluarganya, tersampaikannya pemahaman yang benar dan cara pandang yang positif dari seluruh stakeholders dan masyarakat luas terhadap OYTK dan anggota keluarganya, serta munculnya kesadaran serta kepedulian masyarakat untuk berpartisipasi dalam menghapus stigma dan diskriminasi terhadap OYTK dan anggota keluarganya.

Perlu disampaikan bahwa di seluruh penjuru dunia, orang-orang yang pernah mengalami kusta terus mengalami stigma dan diskriminasi yang mendalam sehingga membatasi kesempatan mereka dalam pendidikan, pekerjaan, perkawinan dan bentuk partisipasi sosial lainnya.

Stigma dan perlakuan diskriminatif terhadap Orang Yang Terdampak Kusta-Hansen-Lepra-Leprosy (OYTK) antara lain disebabkan oleh mitos dan sedikitnya informasi tentang penyakit ini sehingga menyebabkan ketakutan yang berlebihan.

Beberapa fakta tentang kusta yang perlu diketahui adalah bahwa kusta adalah salah satu penyakit menular yang paling sedikit penularannya. Lebih dari 85 % kasus penyakit kusta tidak menular dan tidak menyebarkan penyakit. Bahkan lebih dari 99% orang memiliki kekebalan alami atau resistensi terhadap kusta. Kusta juga tidak menurun kepada anak cucu dan dapat disembuhkan dengan terapi multidrug (MDT), pengobatan yang sangat efektif yang sudah tersedia sejak awal tahun 1980.

Pengobatan berlangsung mulai 6 sampai 12 bulan. Seorang pasien tidak akan menularkan penyakitnya setelah menjalani pengobatan putaran pertama. Kusta juga dapat didiagnosis dan diobati di puskesmas atau pusat kesehatan terdekat karena saat ini layanan kusta sudah terintegrasi ke dalam pelayanan kesehatan umum di setiap negara.

Pada konteks Indonesia,pengobatan kusta tersedia di semua pos kesehatan di seluruh Indonesia . Terdapat 10 rumah sakit kusta yang berfungsi sebagai pusat rujukan. Hingga saat ini, sekitar 350.000 orang di Indonesia, telah dirawat dan sembuh dari kusta. Akan tetapi, akibat mitos dan kesalahpahaman tentang penyakit tersebut yang masih mengakar di masyarakat, begitu banyak OYTK masih menghadapi stigma dan prasangka, bahkan setelah mereka dinyatakan terbebas dari pengobatan.

Pada konteks dunia, terdapat 16 negara yang melaporkan lebih dari 1.000 kasus baru penderita kusta. Negara-negara ini menyumbang 95 % dari total kasus baru yang dilaporkan di seluruh dunia. Di antara negara-negara tersebut yang mempunyai jumlah penderita kusta terbanyak yaitu : 1) India (134.752 penderita); 2) Brasil (33.303 penderita); 3) Indonesia (18.994 penderita); 4) Nigeria (3.805 penderita); 5) Ethiopia (3.776 penderita). Brasil adalah satu-satunya negara yang belum mencapai eliminasi kusta sebagai masalah kesehatan masyarakat. Sebagaimana didefinisikan oleh WHO, eliminasi kusta sebagai masalah kesehatan masyarakat terjadi ketika tingkat prevalensi penyakit turun di bawah 1 kasus per 10.000 penduduk.

“Stigma dan perlakuan diskriminatif terhadap Orang Yang Terdampak OYTK juga disebabkan oleh belum adanya sebuah organisasi tingkat nasional sebagai wadah aspirasi dan perjuangan menghapus segala bentuk stigma dan tindakan diskriminatif terhadap OYTK,” lanjut Ansori.

Pada tahun 2010, Majelis Umum PBB mengadopsi resolusi tentang Penghapusan diskriminasi terhadap orang yang pernah mengalami kusta dan anggota keluarganya. Prinsip dan Pedoman yang menyertai resolusi tersebut menyebutkan bahwa, Negara, bekerja sama dengan Lembaga Nasional Hak Asasi Manusia, organisasi non-pemerintah, masyarakat sipil dan media, harus merumuskan kebijakan dan rencana aksi untuk meningkatkan kesadaran seluruh masyarakat untuk mendorong penghormatan terhadap hak dan martabat orang-orang yang pernah mengalami kusta dan anggota keluarganya. (Eva Nila Sari)
Short link