Kabar Latuharhary

Komnas HAM Sampaikan Permohonan Maaf

Latuharhary – Komnas HAM menyampaikan permintaan maaf kepada seluruh rakyat Indonesia bahwa Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) telah memberikan penilaian disclaimer (tidak memberikan penilaian) atas Laporan Keuangan Komnas HAM Tahun 2015.

Penilaian ini diberikan kepada Komnas HAM karena BPK telah menemukan adanya ketidakpatuhan dalam pengujian kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan.

Kami juga menyampaikan terima kasih kepada masyarakat sipil, media massa dan seluruh masyarakat Indonesia atas kritik keras yang merupakan bentuk  kepedulian terhadap Komnas HAM. Kami juga memberikan jaminan bahwa Komnas HAM memiliki komitmen untuk menjunjung tinggi dan menjaga kredibilitas, reputasi  dan independensi lembaga," papar Roichatul Aswidah, Wakil Ketua Komnas HAM Bidang Eksternal, pada jumpa pers di ruang pengaduan Komnas HAM, Senin, 31 Oktober 2016.

Roi menguraikan bahwa wujud dari upaya menjaga kredibilitas, reputasi  dan independensi lembaga adalah dengan diambilnya sejumlah tindakan dan upaya yang merupakan langkah penanganan Komnas HAM atas tindak lanjut Laporan BPK atas Komnas HAM.

"Upaya tindak lanjut yang dimaksud yaitu dengan dibentuknya Dewan Kehormatan dan Tim Internal melalui keputusan Sidang Paripurna, mengnonaktifkan Komisioner DB, memeriksa seluruh pejabat Komnas HAM yang yang disebut dalam laporan BPK terkait dengan temuan pengeluaran fiktif dan melakukan penindakan atas mereka yang terlibat/bertanggungjawab," papar Roi kepada puluhan jurnalis yang hadir dalam jumpa pers tersebut.

Lebih lanjut, Roi menegaskan bahwa pihaknya telah meminta bantuan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengembangkan sistem pencegahan dengan terlebih dahulu melakukan pemeriksaan dan penyelidikan serta evaluasi menyeluruh atas kondisi Komnas HAM

Komisioner Sub Komisi Mediasi, Siti Noor Laila, menambahkan bahwa temuan BPK telah menjadi momentum bagi Komnas HAM untuk melakukan perubahan secara terstruktur, sistematik dan sistemik. "Persoalan ini bukan tanggungjawab personal karena ada persoalan sistem di Komnas HAM yang harus segera dirubah," katanya.

Penonaktifan DB
Terkait penonaktifan Komisioner DB, didasarkan pada laporan Dewan Kehormatan yang menyatakan telah terjadi tindak penyalahgunaan biaya sewa rumah dinas oleh Komisioner DB dimana hal ini telah melanggar Pasal 4 huruf e dan Pasal 10 Peraturan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Nomor : 004B/PER. KOMNAS HAM/XI/2013 tentang Perubahan Kode Etik Anggota Komnas HAM. Tindak penyalahgunaan yang dilakukan oleh Komisioner DB dinyatakan sebagai perbuatan tercela sebagaimana dimaksud dalam Pasal 85 ayat (2) huruf e Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia..

Disampaikan pada proses pemeriksaan DB, yang bersangkutan sempat tidak memenuhi panggilan Dewan Kehormatan sehingga proses permintaan keterangan tidak dapat dilakukan. "Alhasil yang besangkutan membuat keterangan tertulis dan mengajukan permintaan untuk non aktif. Materi ini (permintaan non aktif) yang kemudian menjadi rekomendasi Dewan Kehormatan dan kemudian diputuskan oleh Sidang Paripurna," ungkap Ketua Komnas HAM M. Imdadun Rahmat.

Ketika disinggung jurnalis apakah ada upaya dari Dewan Kehormatan untuk melakukan kontrol atas keputusan tersebut sehingga mengantisipasi yang bersangkutan melakukan aktivitas yang mengatasnamakan lembaga? Imdadun menyatakan bahwa pihaknya telah mengirimkan pemberitahuan perihal keputusan ini ke sejumlah pihak. "Kami akui bahwa yang bersangkutan sempat melakukan aktivitas yang mengatasnamakan lembaga tanpa surat tugas pimpinan dan hal ini menjadi catatan pimpinan," tukasnya.

Koordinator Subkomisi Pengkajian dan Penelitian, Sandrayati Moniaga, menambahkan bahwa pemberhentian komisioner sepenuhnya menjadi ranah Presiden mengingat SK pengangkatan Komisioner ditandatangani oleh Presiden RI.

Bantuan KPK
Komnas HAM telah berkirim surat kepada KPK dalam rangka menindaklanjuti temuan BPK. "Kami juga meminta KPK untuk memberikan bantuan teknis guna membangun sistem yang mampu memberikan atas akuntabilitas dan transparansi Komnas HAM," kata Imdadun Rahmat.

Dua hal ini penting untuk menjadi sorotan, lanjutnya, karena temuan BPK jelas-jelas menyatakan bahwa persoalan disclaimer terjadi karena lemahnya pengendalian internal Komnas HAM selain ketidakpatuhan atas ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pada kesempatan tersebut juga disampaikan bahwa Tim Internal bentukan Komnas HAM belum mengidentifikasi pihak-pihak yang bertanggungjawab dalam persoalan ini. "Kami tidak mempunyai kemampuan untuk melakukan identifikasi ini. Oleh karena itu, kami meminta keterlibatan KPK," pungkasnya. (Eva Nila Sari)
Short link