Kabar Latuharhary

Pilkada Serentak 2015, Belum Memenuhi HAM

Pilkada Serentak 2015, Belum Memenuhi HAM

Indonesia telah melaksanakan rangkaian pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak gelombang pertama pada tahun 2015. Tahapan ini merupakan bagian dari rencana pilkada serentak secara nasional yang disepakati akan diagendakan bisa dilakukan pada tahun 2024.

Pilkada serentak tahap kedua akan dilaksanakan pada 15 Februari 2017, untuk 101 daerah kabupaten/kota dan provinsi.

Dalam standar internasional penegakan HAM, pelaksanaan pemilu merupakan sarana untuk mewujudkan:

(a) hak untuk berperan dalam pemerintahan (right to take part in government);

(b) hak untuk memilih dan dipilih (right to vote and to be elected); dan

(c) hak untuk memperoleh kesetaraan akses dalam pelayanan publik (right to equal access to public service).

Hak asasi warga negara untuk turut serta dalam proses tersebut diatur secara tegas dalam Undang-Undang Dasar 1945 Amandemen ke-4, Pasal 28D Ayat (3), Pasal 43 dan 44 UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM dan dalam Pasal 25 Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik (International Covenant on Civil and Political Rights/ICCPR 1966) yang telah diratifikasi dengan UU Nomor 12 Tahun 2005.

Berdasarkan hal tersebut, maka sesuai mandat Komnas HAM dalam pemantauan dan penyelidikan, memutuskan melakukan pantauan dalam pelaksanaan Pilkada 2015 dengan tujuan untuk memastikan Pilkada 2015 serentak yang menjadi salah satu pilar penting demokratisasi di Indonesia.

Dalam perspektif HAM, pelaksanaan pemilu/pilkada dikatakan menghormati HAM jika memenuhi sejumlah prinsip, yaitu:

(a) terlaksana pemilu/pilkada yang bebas (free);

(b) pemilu/pilkada terlaksana secara berkeadilan (fair);

(c) terselenggara pemilu/pilkada secara berkala (periodic); dan

(d) pelaksanaan pemilu tidak manipulatif (genuine).

Berdasarkan parameter tersebut di atas, maka dalam pelaksanaan Pilkada serentak 2015, aspek pemilihan umum yang bebas (free) masih belum sepenuhnya terpenuhi. Hal ini khususnya karena masih adanya intimidiasi bagi pemilih dan masih adanya praktik diskriminasi dalam bentuk ras, etnis, dan agama.

Terhadap aspek pilkada yang berkeadilan (fair), juga masih terdapat berbagai kendala terutama menyangkut pemberian suara bersifat satu pemilih satu suara (one person, one vote) dengan ditemukannya pelaksanaan pemilihan yang diwakilkan (sistem noken).

Dari sisi aspek terselenggaranya pemilu/pilkada secara berkala (periodic), telah terpenuhi dengan pelaksanaan Pilkada Serentak 2015 yang merupakan gelombang pertama sebelum mencapai pilkada serentak secara nasional.

Sementara, untuk pelaksanaan pemilu tidak manipulatif (genuine), dalam beberapa hal telah terpenuhi, akan tetapi masih ada kendala karena adanya praktik mobilisasi pemilih dan manipulasi hasil pilkada yang didasarkan pada ketidaknetralan aparat penyelenggara dan ketidakmampuan aparat dalam memproses secara hukum pelaku tindak pidana pemilu.

Secara lengkap Laporan Pemantauan/Penyelidikan Pilkada 2015 dapat diakses di https://www.komnasham.go.id/index.php/publikasi/2017/01/26/70/pemenuhan-hak-konstitusional-warga-negara-dalam-pilkada-serentak-2015.html

(Agus/MDH)

Short link