Kabar Latuharhary

Kerjasama Pembahasan Pelanggaran HAM Lintas Batas Negara

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menerima surat undangan resmi dari National Human Rights Commission of Thailand, bertanggal 1 Agustus 2018, untuk menghadiri acara “Consultative Workshop on Human Rights Violations and its Cross-Border Effects: Addressing the protection gap through extraterritorial obligations” yang diadakan di Bangkok, Thailand, dari tanggal 16 Agustus 2018 hingga 17 Agustus 2018. 

Kehadiran Komnas HAM dalam acara tersebut diwakili oleh Komisioner Munafrizal Manan.

Acara “Consultative Workshop on Human Rights Violations and its Cross-Border Effects” tersebut diorganisir oleh Raoul Wallenberg Institute of Human Rights and Humanitarian Law (RWI), bekerja sama dengan National Human Rights Commission of Thailand sebagai tuan rumah, dan mendapat dukungan finansial dari Swedish International Development Cooperation Agency (Sida). 

Acara berlangsung selama dua hari penuh dan dengan agenda acara yang padat. Acara tersebut dihadiri oleh lembaga-lembaga Komnas HAM nasional Thailand, Filipina, Indonesia, Malaysia, Myanmar, dan Timor Leste serta akademisi danorganisasi masyarakat sipil.

Acara dimulai dengan pembukaan oleh Ketua National Human Rights Commission of Thailand, Mr. What Tingsamitr. Kemudian dilanjutkan dengan pemaparan materi tentang “Setting the stage: What do we mean bay cross border human rights violations?” oleh Thomas Gammeltoft Hansen, Direktur Riset RWI. 

Selanjutnya diteruskan dengan pemaparan materi tentang “Overview of legal instruments and mechanism in relation to cross border human rights violations” oleh Profesor Mark Gibney dari the University of North Carolina – Asheville. 

Setelah itu, lembaga Komnas HAM Thailand, Filipina, Indonesia, Malaysia, Myanmar, dan Timor Leste diberikan kesempatan untuk menyampaikan presentasi mengenai kondisi dan pengalaman masing-masing dalam kaitannya dengan isu pelanggaran HAM lintas batas negara dan kewajiban HAM ekstrateritorial.

Pada hari kedua, acara lebih difokuskan pada pembahasan tentang isu perubahan iklim dan dampaknya bagi pemenuhan HAM. Pendalaman tentang isu perubahan iklim ini dipaparkan oleh Sivan Kartha, ilmuwan senior dari Stockholm Environment Institute, melalui fasilitas teleconference. 

Perwakilan organisasi masyarakat sipil juga diberikan kesempatan menyampaikan pandangan tentang kewajiban HAM ekstrateriorial dan harapannya kepada lembaga-lembaga Komnas HAM dalam mewujudkan hal tersebut. 

Pada sesi acara selanjutnya para peserta acara dibagi menjadi tiga kelompok diskusi untuk melakukan pembahasan terfokus dan mendalam yang kemudian hasilnya disampaikan kepada seluruh peserta.
Acara “Consultative Workshop on Human Rights Violations and its Cross-Border Effects” ini diadakan untuk menekankan pentingnya memberikan perhatian terhadap isu-isu pelanggaran HAM lintas batas negara. 

Ini merupakan tantangan baru dalam perlindungan dan penegakan HAM yang perlu mendapat perhatian serius dari berbagai negara, termasuk negara-negara di kawasan ASEAN.

Ikhtiar dalam perlindungan dan penegakan HAM sejak diproklamasikannya Deklarasi Universal HAM pada tahun 1948 oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa cenderung dipahami dan diterapkan hanya sebatas dalam teritorial negara masing-masing. Padahal, seiring dengan munculnya hiperkonektivitas, globalisasi, dan ekonomi lintas batas negara, kini muncul pelanggaran HAM lintas batas negara. 

Perubahan iklim, kerusakan lingkungan, dan praktik bisnis, membawa dampak negatif langsung maupun tak langsung bagi pemenuhan HAM. Perdagangan manusia, eksploitasi dan kekerasan terhadap buruh migran, dan polusi lingkungan merupakan contoh dari pelanggaran HAM lintas batas negara yang akhir-akhir ini semakin mendapat perhatian masyarakat internasional. Kemajuan zaman juga meningkatkan risiko pelanggaran HAM diluar batas negara.
 
Institusi-institusi HAM nasional di kawasan dan dunia kini dihadapkan pada isu-isu pelanggaran HAM lintas batas negara. Untuk itu, diperlukan kerangka, prinsip, dan mekanisme khusus untuk menghadapinya. 

Pentingnya kewajiban HAM ekstrateritorial ini sudah dijewantahkan dalam bentuk Maastricht Principles on Extraterritorial Obligations of States in the area of Economic, Social and Cultural Rights (2011) dan Bangkok Declaration on Extraterritorial Human Rights Obligations (2014). 

Para peserta “Consultative Workshop on Human Rights Violations and its Cross-Border Effects” cenderung bersepakat bahwa diperlukan kerja sama yang baik antara institusi HAM nasional dalam menangani kasus pelanggaran HAM yang berdimensi lintas batas negara. 

Kerja sama antarinstitusi HAM nasional ini menjadi niscaya karena masing-masing institusi HAM nasional memiliki keterbatasan untuk dapat melakukan penanganan sendiri atas pelanggaran HAM lintas batas negara.(mm)

Short link