Kabar Latuharhary

Mempertanyakan Remisi Untuk Pembunuh Jurnalis

Latuharhary--“Profesi jurnalis erat kaitannya dengan hak publik, tindakan pemunuhan terhadap jurnalis menghilangkan hak publik, “ ujar Amiruddin, koordinator Subkomisi Penegakan Komnas HAM.

Hal ini diungkapkan dalam diskusi publik yang bertema “Remisi Pembunuh Jurnalis dalam Perspektif HAM” yang diselenggarakan oleh Aliansi Jurnalis Indonesia di ruang Media Centre Komnas HAM (8/2).

Menurut Amiruddin perubahan hukuman yang telah diberikan kepada otak pembunuh wartawan diindikasikan memiliki tekanan sehingga keputusan pemerintah dalam memberikan remisi menuai kontroversi di kalangan publik.  Seharusnya pemerintah memiliki sensitifitas saat memberikan remisi kepada seorang narapidana.

Dalam memberikan remisi seharusnya pemerintah tidak hanya melihat hak narapidana tapi juga harus melihat hak keluarga korban dengan membandingkan fakta-fakta yang ada. Fakta yang ada kebijakan pemerintah ini menimbulkan gelombang protes yang mempertanyakan keadilan.

“Tidak seluruh tindak pidana punya derajat sama, motif penegakan hukum terkait dengan karakter tindak pidana juga perlu untuk dipertimbangkan sebelum memberikan remisi,“  ungkap Asfinawati Direktur YLBHI. Pembunuhan yang dilakukan terpidana motifnya adalah pembunuhan berencana.

Manan Ketua Aliansi Jurnalis Independen berpandangan bahwa pada kasus ini pemberian remisi hanya didasarkan pada aspek prosedural saja, yaitu narapidana telah menjalani setengah dari masa pidananya dan berkelakuan baik. Padahal yang perlu juga dipertimbangkan adalah apakah terpidana sudah mengakui kejahatan yang dilakukan atau tidak. Selain itu pembunuhan yang terjadi terkait dengan profesi korban sebagai jurnalis tentu ini akan membuat komunitas jurnalis berkeberatan atas keputusan pemerintah yang memberikan remisi.

Sebelumnya kalangan jurnalis memprotes keputusan pemerintah untuk memberikan remisi kepada I Nyoman Susrama, pelaku pembunuhan terencana terhadap  wartawan Radar Bali, Gde Bagus Narendra Prabangsa yang  terjadi pada Februari 2009. Susrama dinyatakan bersalah oleh majelis Hakim dan dihukum 20 tahun penjara.(ibn)

Short link