
Jakarta - Indonesia merupakan salah satu negara
anggota PBB yang turut serta mengadopsi Global Compact of Migration atau Global
Compact for Safe, Orderly and Regular Migration (GCM) di Marrakesh, Maroko pada
10 Desember 2018 lalu.
“Komnas HAM melihat ini bukan sekadar dokumen, tetapi agenda kerja penting
dalam mewujudkan komitmen kolektif antara berbagai negara terkait penghormatan,
perlindungan, dan peningkatan hak asasi imigran dan pengungsi," jelas
Wakil Ketua Bidang Eksternal Komnas HAM Sandrayati Moniaga dalam sosialisasi
GCM bersama Ditjen Kerjasama Multilateral Kementerian Luar Negeri RI dan
International Organization for Migration (IOM), Jumat (3/5/2019).
GCM yang disusun berdasarkan Deklarasi New York (2016), saat ini
berada pada tahap implementasi. Negara-negara didorong untuk segera
melaksanakan GCM, membangun sinergi kebijakan, dan menyusun prioritas nasional
dalam implementasinya. GCM telah diadopsi oleh mayoritas anggota PBB
dalam suatu Intergovernmental Conference.
Mengingat keikutsertaan Indonesia dalam proses adopsi GCM tersebut, maka pemerintah Indonesia memandang perlu untuk menindaklanjutinya di tingkat nasional. Kegiatan sosialisasi ini dihadiri oleh para pemangku kepentingan yang berasal dari 23 kementerian/lembaga yang menangani masalah imigrasi, ketenagakerjaan, pendidikan, penegak hukum, termasuk Komnas HAM.
Sosialisasi dilaksanakan dalam bentuk diskusi panel dengan target para pemangku kepentingan di tingkat pemerintah pusat. Pada sesi pertama dihadirkan dua pemateri, yaitu Direktur Sosbud dan OINB Kementerian Luar Negeri Kamapradipta Isnomo dan Kepala Misi IOM Louis Hoffmann.
Strategi Implementasi CGM di Indonesia
Pentingnya kerja sama dalam kerangka GCM antara Indonesia dan negara lain sesama pengirim buruh migran juga menjadi perhatian penting. Kemudian, peserta panel mengidentifikasi perkembangan tata kelola imigrasi Indonesia, termasuk perundang-undangan baru yang dimiliki Indonesia.
Mereka menyuarakan hak asasi manusia (HAM) sebagai prioritas, bagian dari
strategi, serta rencana aksi implementasi GCM. Hal ini sesuai dengan prinsip
GCM yang mengedepankan nilai HAM dalam perlindungan para migran yang disebut
“End-to-End Protection for All Migrants”.
Terkait isu GCM, Komnas HAM secara aktif melakukan pembahasan terkait GCM dan migrasi bersama dengan anggota National Human Rights Institutions of Human Rights di dalam forum regional South East Asia National Human Rights Institution Forum (SEANF).
Sejauh ini peran pemerintah dalam mendukung GCM adalah melakukan perubahan
UU. No 39 Tahun 2004 ke UU No.18 Tahun 2017 tentang Pembangunan Lembaga Terpadu
Satu Atap (LTSA), pembentukan Program Desa Migran Produktif (Desmigratif), dan
pembaruan MOU Bilateral antara Indonesia dan negara penempatan. Sedangkan ruang
lingkupnya adalah dalam bidang pembangunan, perlindungan/penegakan hukum, kerja
sama dan sinergi, serta tata kelola.
Peran Indonesia adalah pengarusutamaan GCM dalam forum kerja dan organisasi
internasional. Hal ini dilaksanakan dengan aktif mengawal negosiasi
modalitas International Migration Review Forum (IMRF), melanjutkan upaya
pengarusutamaan GCM ke dalam berbagai mekanisme kerja sama dan organisasi
internasional, serta membumikan GCM di tingkat nasional dan daerah.
GCM merupakan bentuk dari tindakan nyata pemerintah untuk mewujudkan
migrasi yang aman, tertib, dan teratur. Dokumen ini juga menjadi dasar kerja
sama dalam mengatasi migrasi yang tidak resmi, memerangi perdagangan dan
penyelundupan manusia, mengelola perbatasan, dan memfasilitasi pemulangan.
Dalam jangka panjang, GCM akan memperkuat kontribusi migran dan migrasi ke
pembangunan yang sifatnya berkelanjutan. (Sisca/Sasanti)
Short link