Kabar Latuharhary

Komnas HAM Evaluasi Implementasi Perpres No 86 Tahun 2018 tentang Reforma Agraria

Latuharhary - Komnas HAM melalui Subkomisi Penegakan HAM menyelenggarakan Diskusi Kelompok Terfokus (FGD) untuk mengevaluasi penerapan Perpres No 86 Tahun 2018 tentang Reforma Agraria terhadap pemenuhan dan perlindungan HAM di Bidang Agraria di Jakarta, pada 26 April 2019.

 

FGD merupakan rangkaian kegiatan Tim Agraria yang dibentuk di bawah koordinasi Koordinator Subkomisi Penegakan HAM Amiruddin dan Kepala Biro Dukungan Penegakan HAM Gatot Ristanto.

 

Diskusi ini juga bertujuan untuk menyamakan persepsi anggota tim terhadap permasalahan agraria dan upaya-upaya penyelesaian yang telah dilakukan. Dalam rangka memperkaya jalannya diskusi, dihadirkan 2 (dua) orang narasumber yaitu Eko Cahyono dari Sayogyo Institute dan Zenzi dari WALHI.

 

Diskusi dibuka oleh arahan Koordinator Subkomisi Penegakan HAM tentang ruang lingkup kerja Tim Agraria di Subkomisi Penegakan HAM dan harapan yang ingin dicapai dari hasil diskusi.

 

Salah seorang narasumber mengangkat materi dengan judul “Akar Masalah Agraria dan Inisiatif Kebijakannya: Reforma Agraria yang Bagaimana?”. Ia menyampaikan bahwa Reforma Agraria sesungguhnya bertujuan untuk mengurangi kesenjangan pengusaaan sumber-sumber kekayaan alam (Sumber Daya Alam) antara rakyat dan pemilik modal.

 

Hal ini dilakukan melalui penataan kembali pengusaaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan sumber daya alam melalui pendistribusian sumber-sumber kekayaan agraria tersebut dalam rangka menciptakan keadilan di bidang pengusaaan dan pemilikan tanah.

 

Akan tetapi, pada implementasinya, konsep ini tidak berjalan sesuai yang diharapkan. Selama hampir 4 (empat) tahun program reforma agraria, Pemerintah baru mampu mewujudkan legalisasi pemilikan tanah melalui penerbitan dan memberikan sertifikat tanah atas objek-objek yang sudah jelas penguasaannya.

 

Sementara program redistribusi tanah yang awalnya dijanjikan akan meliputi distribusi sampai dengan 4,5 juta hektar lahan, hingga hari ini baru terealisasi seluas 785 hektar saja yang meliputi 4 Desa.

 

Perlu disampaikan bahwa dalam kurun waktu 2016 s.d. 2018, Komnas HAM telah menerima ± 211 kasus terkait isu agraria atau sekitar 23,14 persen dari total keseluruhan kasus yang diterima dan ditangani oleh Bagian Dukungan Pemantauan dan Penyelidikan dan Bagian Dukungan Mediasi. Dengan rincian, sektor pertanahan terkait Barang Milik Negara terdapat 90 kasus, sektor perkebunan sebanyak 38 kasus, sektor pembangunan infrastruktur sebanyak 32 kasus, pertambangan 27 Kasus dan kehutanan 24 kasus.

 

Sementara berdasarkan sebaran wilayah, beberapa daerah penyumbang konflik agraria tertinggi adalah Provinsi DKI Jakarta yang kemudian disusul Jawa Barat, Kepulauan Riau, Jawa Timur, dan Sumatera Utara.

 

FGD ini telah merumuskan beberapa catatan penting terkait penerapan Perpres No 86/2018 tentang Reforma Agraria. Selain itu, dari berbagai identifikasi informasi yang berkembang dalam diskusi, juga diperoleh beberapa tawaran yang diusulkan, akan tetapi masih membutuhkan koreksi, baik melalui direvisi maupun penambahan dari penerapan yang berkorelasi terhadap perlindungan dan pemenuhan HAM. (Rina/Mei/ENS)

Short link