Kabar Latuharhary

Kelompok Tani Harapan Maju Banyuasin Mengadu ke Komnas HAM

Latuharhary Ketua dan Anggota Kelompok Tani Harapan Maju Desa Sedang Kecamatan Suak Tapeh, Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan mengadukan nasib mereka karena perusahaan sawit setempat (PT. SAL) telah mengklaim lahan garapan mereka, di ruang pengaduan Komnas HAM Menteng Jakarta, pada Rabu (31/07/19).

Pengaduan ini diterima langsung oleh Koordinator Pemajuan HAM yang juga Komisioner Subkomisi Penyuluhan Beka Ulung Hapsara didamping beberapa staf dari Bagian Dukungan Pelayanan Pengaduan Komnas HAM.

Edi Parman selaku Ketua Kelompok Tani Harapan Maju Banyuasin menyampaikan pokok persoalan yang mereka hadapi, bahwa lahan yang selama berpuluh-puluh tahun telah mereka huni dan garap, kurang lebih seluas 300 ha, telah diklaim oleh perusahaan sawit setempat.

“Kami sudah tinggal secara turun temurun di wilayah tersebut, namun pada tahun 2012 tiba-tiba datang perusahaan sawit yang mengklaim lahan kami seluas 300ha sebagai milik mereka. Hal ini tentu saja menimbulkan dampak yang signifikan bagi kurang lebih 60 anggota tani dan puluhan petani lain karena mereka tidak bisa menggarap lahan mereka sendiri”, ungkap Edi mewakili rekan-rekannya.

Edi lantas memaparkan kronologis peristiwa yang menyebabkan kondisi yang mereka hadapi saat ini. Menurutnya semua ini berawal sejak kedatangan perusahaan sawit tersebut, mereka memberikan janji-janji manis berupa sejumlah kompensasi khususnya kepada para petani desa Sedang kecamatan Suak Tapeh kabupaten Banyuasin apabila bersedia menjadi anggota plasma. Akan tetapi semua janji manis itu tidak pernah terwujud, bahkan lahan mereka justu dipasangi plang yang bertuliskan bahwa lahan mereka merupakan bagian dari HGU seluas 8.000 ha milik perusahaan.

Tidak hanya itu, Edi pun mengungkapkan jika lahan garapan warga yang selama ini menjadi sumber utama penghasilan meraka dijaga ketat oleh beberapa tentara sehingga warga tidak dapat leluasa masuk dan menggarap lahan mereka sendiri. “Ada tentara yang menjaganya, kalau kami ingin masuk ke sana, kami harus menyerahkan KTP, jika tidak membawa KTP, maka kami tidak boleh masuk. Padahal kami kan ke sana untuk bertani, masa bertani harus membawa KTP, apalagi di lahan milik kami sendiri”, keluh Edi.

Terkait bukti kepemilikan tanah, Edi menjelaskan jika selama ini warga tidak memiliki sertifikat atau berkas kepemilikan apa pun dikarenakan lahan tersebut adalah tanah ulayat. “Lahan tersebut sudah kami diami dan garap secara turun temurun dan selama ini kami tidak memikirkan bukti kepemilikan karena ini tanah ulayat dari nenek moyang kami, jadi kami tidak perlu ijin kepemilikan untuk menggarapnya, toh yang menggarap pun hanya warga sekitar yang selama ini sudah saling kenal”, jelasnya lebih lanjut.

Menanggapi pengaduan tersebut, Beka menjelaskan betapa pentingnya bukti kepemilikan atas lahan karena Komnas HAM banyak menerima kasus pengklaiman sepihak seperti yang diadukan oleh Kelompok Tani Harapan Maju Banyuasin. “Bukti kepemilikan tanah sangat penting sebagai bahan analisa Komnas HAM dalam memberikan solusi dan agar tidak ada pihak yang sewenang-wenang mengklaim tanah milik orang lain. Bukti kepemilikan tidak hanya berdasarkan sertifikat saja, tetapi juga bisa dari letter C, girik hingga foto-foto nenek moyang dahulu saat mendiami lahan tersebut dan tentunya ditunjang oleh kesaksian warga setempat,”papar Beka.

Beka menyarankan agar Kelompok Tani Harapan Maju Banyuasin segera mendatangi Kantor Kepala Desa Sedang untuk mencari buku C yang berisi sejarah asal muasal tanah di desa tersebut. “Setelah buku C didapat dari kantor kepala desa, bisa difoto dan dikirim ke nomor WA dan email pengaduan Komnas HAM, selanjutnya kami akan segera menganalisa dan membandingkan siapa yang lebih dahulu mendiami wilayah itu. Komnas ingin memastikan setiap pengaduan warga ada solusinya. Solusi tergantung kepada bukti-bukti”, tukasnya.

Ia juga menyampaikan ucapan terima kasih atas kepercayaan masyarakat kepada Komnas HAM. "Terima kasih sudah mengadu. Komnas akan memproses pengaduan sesuai prosedur yang ada," pungkas Beka (AM/IW/Ratih)

Short link