Kabar Latuharhary

Bisnis dan HAM Harus Menjadi Perhatian

Latuharhary -  Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) diundang sebagai peserta dalam Pelatihan Enhancing Knowledge of Business and Human Rights Between Institutions (CONNECT) yang diadakan oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) dan Kedutaan Besar Kerajaan Belanda, sebagai pengembangan pengetahuan dan kapasitas pegawai yang berlangsung dari Selasa-Jumat,13-16 Agustus 2019 di Saung Dolken, Cimahpar, Bogor Utara, Bogor.

Pelatihan ini diperuntukan bagi para  staf yang bekerja di Institusi HAM Nasional atau yang dikenal dengan (National Human Rights Institutions (NHRIs).  Sehingga selain Komnas HAM, turut serta para staf yang berasal dari LPSK sendiri,  Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), dan Ombudsman Republik Indonesia (ORI).

Pelatihan dibuka oleh Direktur Eksekutif ELSAM, Wahyu Wagiman dan Ketua LPSK,Hasto Atmojo Suroyo. Wahyu menyatakan bahwa semakin banyak kasus-kasus korporasi yang semakin merugikan masyarakat, jika dahulu ada kasus Lapindo maka kasus terbaru saat ini adalah tumpahan minyak Pertamina di Karawang yang akan memasuki pantai Jakarta dalam minggu ini. “Jika tumpahan minyak sudah sampai Jakarta maka nelayan dan masyarakat Jakarta tentu akan terkena dampak kerugiannya. Jadi  bisnis sangat memiliki pengaruh terhadap HAM,” ungkap Wahyu.

Ketua LPSK, Hasto Atmodjo mengungkapkan rasa senangnya atas terselenggaranya pelatihan ini karena dapat berdampak lebih diperhatikannya aspek HAM dalam berbisnis. “Kami gembira dapat melakukan pelatihan  ini sehingga Bisnis dan HAM dapat diperhatikan oleh Negara terutama dalam menjalankan kewajibannya untuk melindungi (protect), tanggung jawab perusahaan untuk menghormati (respect) dan akses terhadap pemulihan (remedy).” 3 hal ini dikenal dengan 3 pilar dalam Prinsip panduan bisnis dan HAM—United  Nations Guiding Principles on Business and Human Rights yang telah dirumuskan dan diadopsi menjadi Resolusi Dewan HAM PBB No. 17/4 Tahun 2011.

Dalam pelatihan ini para peserta akan menerima materi  konsep dan Instrumen HAM; Konsep Relasi Bisnis dan HAM serta Instrumen-intrumen Bisnis dan HAM; Sustainable Development Goals (SDGs) dan relasinya dengan Bisnis dan HAM; Mekanisme Pemulihan berbasis Negara dan non-negara; dan  Keahlian dalam merancang strategi advokasi.

Wahyu berharap pelatihan ini tidak hanya berakhir untuk pengembangan  pengetahuan dan kapasitas pegawai institusi HAM saja namun ada output yang dihasilkan dari 5 lembaga yang bergerak dalam HAM. Hal yang sama dinyatakan Hasto, “LPSK punya keterbatasan karena hanya dapat melangkah di tahap akhir karena memiliki kekhususan dalam mandat (remedy). Butuh kerja sama dengan teman-teman di lembaga lain (NHRIs), “ujarnya.

Dalam pengaduan Komnas HAM sendiri di tahun 2018, Pelanggaran Korporasi berada di posisi tertinggi kedua yang paling banyak diadukan dengan jumlah sebanyak 1021 pelanggaran. Urgensi pelatihan CONNECT ini dan kerja sama antar lembaga NHRIs memang dirasa perlu agar institusi HAM memiliki kemampuan untuk menangani kasus-kasus berdimensi bisnis dan HAM. (Bex/Ibn)

Short link