Kabar Latuharhary

Komnas HAM Suarakan Pemenuhan Hak Bagi ''Wong Cilik''

Latuharhary - Masa kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang telah mencapai 74 tahun layak dirasakan oleh setiap kalangan masyarakat. Komnas HAM mengingatkan bahwa salah satu indikator negara benar-benar merdeka adalah rakyat kecil alias 'wong cilik' harus bebas dari ketidakadilan.


"Pemenuhan hak adalah syarat untuk 'wong cilik' dapat dikatakan merdeka," jelas Komisioner Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM Amiruddin dalam diskusi media dengan tema "Refleksi HAM: 74 tahun Merdeka, Sudahkah Wong Cilik Merdeka?" di kantor Komnas HAM, Jumat (23/8/2019).


Padahal, imbuh Amiruddin, peraturan perundangan-undangan di Indonesia terkait HAM banyak dan beragam.  Mulai dari Peraturan Presiden hingga ratifikasi konvensi-konvensi internasional.


"Setelah reformasi, pencapaiaan peradaban hukum kita di atas kertas luar biasa. Hanya saja persoalan hari ini adalah berdasarkan pengalaman saya di Komnas, kita melihat hampir setiap hari menerima pengaduan," imbuhnya.


Dari sanalah Amiruddin melihat nilai-nilai kemerdekaan bangsa Indonesia belumlah paripurna. Lantaran pengaduan yang datang tentang dugaan pelanggaran HAM justru berasal dari kalangan rakyat biasa.


Pembicara lainnya, Research Assistant Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Gustika Jusuf Hatta juga melihat indikasi serupa. Indonesia telah merdeka, namun muncul perbudakan modern yang terjadi di kalangan 'wong cilik'. "Hak tenaga kerja kurang menjadi perhatian di Indonesia. Pekerja mendapatkan gaji di bawah UMR, terancam polusi," ujarnya.


Ia juga menyoroti adanya fenomena pekerja anak di Indonesia di bawah umur 16 tahun. Harapannya, pihak-pihak terkait segera menangani agar tidak menyebar masif menjadi bentuk perbudakan baru.


Dekan FKIP UHAMKA Desvian Bandarsyah dalam kesempatan yang sama berargumentasi bahwa kemerdekaan adalah alat untuk mencapai kesejahteraan dan keadilan bagi  seluruh masyarakat Indonesia. "Jika dikaitkan dengan petualangan politik, 74 tahun Indonesia merdeka, warisan kemerdekaan hanya dimiliki masyarakat menengah, menengah ke atas," terangnya.


Ketika masih ditemui 'wong cilik' yang tertekan, menurutnya masih ada ideologi pembangunan yang semakin membuat rakyat tertekan. "Tidak ada ruang untuk mengekspresikan ketidakadilan. Kebebasan tidak diberikan. Kebebasan dirampas, hak politik dikebiri. Rakyat tidak punya ruang," tegasnya.


Idealnya, pembangunan nasional perlu menempatkan 'wong cilik' menjadi bagian dari proses menuju keadilan dan kesejahteraan. Sehingga warisan kemerdekaan tidak hanya dimiliki oleh kalangan menengah atas semata.


Sastrawan Heru Joni Putra ikut berharap, rakyat tidak hanya dijadikan alas pijak kekuasaan. "Kemenangan atas nama rakyat saat ini sebatas kemenangan simbolik atau sudah menjadi bentuk konkret," ucapnya. (AM/IW)
Short link