Kabar Latuharhary

Tim Advokasi untuk Demokrasi Datangi Komnas HAM

Kabar Latuharhary – Tim Advokasi untuk Demokrasi yang terdiri atas berbagai lembaga mendatangi Komnas HAM mendesak Komnas HAM mengusut dugaan pelanggaran HAM dalam peristiwa aksi mahasiswa dan pelajar yang terjadi beberapa waktu lalu di berbagai wilayah di Indonesia khususnya Jakarta, pada audiensi bertempat di Ruang Asmara Nababan Komnas HAM, Jakarta, Rabu (02/10/19).

Tim Advokasi untuk Demokrasi menyampaikan sejumlah hal untuk menjadi perhatian Komnas HAM. “Kami melihat pendekatan yang dilakukan oleh aparat adalah pendekatan represif (dengan kekerasan) dan terjadi tidak hanya pada tanggal 24 saja, tetapi juga pada tanggal 25 dan seterusnya,” jelas Arif Maulana dari LBH Jakarta. 

Tindakan represif tersebut, lanjutnya, telah menimbulkan banyak korban luka dan korban jiwa yang berasal tidak hanya dari kalangan mahasiswa dan pelajar, namun juga dari masyarakat sipil. Tidak sedikit pula dari mereka yang diamankan tanpa alasan yang jelas. “Kami sungguh prihatin terkait kondisi tidak adanya informasi yang jelas mengenai jumlah dan identitas mahasiswa dan pelajar yang telah ditangkap aparat, bahkan status dan alasan penangkapan mereka pun tidak jelas,” sesal Arif.

Kondisi ini, lanjut Arif, semakin menguatkan kesimpulan tidak adanya keterbukaan dari pihak aparat. Hal ini pun berimplikasi pada tidak adanya akses informasi baik untuk publik atau pun  pihak keluarga yang merasa kehilangan anak/keluarganya pasca aksi. Lebih lanjut, Arif sangat menyesalkan bahwa mereka yang telah ‘diamankan’ ini tidak mendapatkan akses bantuan hukum yang menjadi hak mereka. 

Tim Advokasi untuk Demokrasi menilai adanya dugaan penggunaan kekuatan yang berlebihan pada proses penangkapan dan penyelidikan para peserta aksi tersebut. Mereka menilai penangkapan bukan atas dasar penegakan hukum karena dilakukan secara besar-besaran dan tidak pada lokasi mereka melakukan aksi. 

“Ini bukan proses penangkapan dalam konteks penegakan hukum, karena mereka diburu oleh aparat walau pun mereka sudah membubarkan diri. Bahkan dalam berbagai aduan yang kami terima, ada yang ditangkap saat mereka sedang makan di pinggir jalan atau hanya sekedar jalan di JCC, sehingga menurut kami pada aksi lalu ada penangkapan sewenang-wenang dengan tujuan yang lain, bukan untuk penegakan hukum”, tegas Arif.



Era Purnama Sari dari YLBHI menambahkan jika Tim Advokasi untuk Demokrasi sebagai pendamping tidak hanya mendengar pernyataan dari korban, tetapi tim juga ada di lokasi saat kejadian penangkapan besar-besaran itu berlangsung. 

“Kami menyaksikan sendiri pada tanggal 30 kemarin, polisi tidak hanya sebatas membubarkan aksi dengan melemparkan gas air mata, namun juga adanya upaya memburu dan mengepung massa karena yang terjadi pada malam itu polisi datang dari arah mana pun, ada dari arah kantor DPR dan arah Semanggi. Sehingga kami melihat adanya kesengajaan dari mereka untuk menghalangi massa membubarkan diri,” tambahnya.

Tim Advokasi untuk Demokrasi diterima langsung oleh M. Choirul Anam, Komisioner Subkomisi Pengkajian dan Penelitian, didampingi tim dari Bagian Dukungan Pelayanan Pengaduan Komnas HAM. Setelah mendengar dan mencatat beberapa hal yang telah disampaikan, Anam kembali menegaskan sikap Komnas HAM dalam menentang segala bentuk kekerasan dan tindakan represif aparat. 

Terkait penembakan gas air mata dan adanya upaya pengejaran aparat dari berbagai arah, Anam menyesalkan hal ini karena pihak Kepolisian melakukan tindakan yang tidak menjadi tusinya. “Tugas pokok Kepolisian adalah melindungi aksi unjuk rasa. Ketika terjadi berbagai persoalan dalam unjuk rasa, Polisi boleh membubarkan. Membubarkan yah bukan mengejar dan bukan mengepung. Sehingga apabila massa sudah membubarkan diri ya tidak boleh dikejar, tidak boleh diburu, apalagi ditangkap,” tegas Anam.

Anam kemudian menjelaskan perbedaan prinsip kerja kepolisian dengan cara membandingkannya dengan prinsip kerja militer. “Apabila dalam posisi perang, ada musuh, maka dilakukan pengepungan dengan maksud melumpuhkan musuh hingga menyerah. Berbeda halnya dengan prinsip kerja kepolisian yaitu dengan cara membubarkan sehingga membuat situasi kembali damai,” jelasnya. 

Perihal keterbatasan akses informasi dan bantuan hukum untuk para peserta aksi yang ‘diamankan’ pihak kepolisian, Komnas HAM akan concern pada hal tersebut. “Sebenarnya dua komisioner Komnas HAM sudah mendatangi Polda Metro. Kami sudah berkoordinasi dan berencana akan membuat posko bersama untuk mempermudah akses bagi keluarga korban maupun kuasa hukumnya, namun hingga saat ini belum ada kejelasannya,” pungkas Anam. (Ratih/ENS)

Short link