Kabar Latuharhary

Film dan Musik sebagai Media Penyebarluasan Wawasan HAM

Kabar Latuharhary – Sebagaimana ketentuan Pasal 89 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Komnas HAM terus berupaya melakukan upaya penyebarluasan wawasan hak asasi manusia kepada masyarakat Indonesia dan meningkatkan kesadaran masyarakat tentang HAM. Dalam upaya tersebut, Komnas HAM melalui Bagian Dukungan Penyuluhan HAM, telah berupaya berinovasi dengan melaksanakan kegiatan yang populer di kalangan masyarakat dari berbagai generasi al. melaksanakan pentas musik dan pemutaran film sebagai rangkaian kegiatan Melaung HAM bersama Sivitas Akademika Universitas Sebelas Maret (UNS) di Solo, pada Selasa s.d. Rabu, (26-27/11/2019).

Film dan musik diharapkan menjadi salah satu media yang mampu menterjemahkan instrumen dan nilai-nilai HAM yang dirasa pelik menjadi lebih mudah untuk dicerna publik. Pentas musik bertajuk “Dua Jam Harmoni HAM” dilaksanakan di Hutan FISIP UNS, Selasa (26/11/2019). 

Hadir sebagai pengisi acara dalam kegiatan yang digawangi oleh Komunitas Musik FISIP UNS (KMF), yaitu Bonita dan Adoy, Sisir Tanah, Julian Rinaldhi, serta putri sulung Wiji Thukul Fitri Nganthi Wani. Bonita dan Adoy, sebagai penampil terakhir, membawakan Lagu untuk Anakku dari Paduan Suara Dialita. 

Selanjutnya, acara dilanjutkan dengan pemutaran film bertajuk “Istirahatlah Kata-Kata” di Aula FISIP UNS pada Rabu (27/11/2019). Film ini merupakan sebuah fiksi sejarah yang mengkisahkan satu babak kehidupan penyair dan aktivis asal Solo, Wiji Thukul yang menjadi korban tragedi penghilangan paksa pada tahun 1997 s.d. 1998. Film ini diproduksi pada 2017 dan telah mendapatkan penghargaan dalam berbagai festival film nasional maupun internasional. Hadir sebagai narasumber dalam diskusi pasca pemutaran film Istirahatlah Kata-Kata, Amerta Kusuma, Tonny Trimarsanto dan Zaenal Muttaqien. 

Amerta Kusuma, sebagai penggarap film Istirahatlah Kata-Kata menguatarakan alasan pemilihan judul Istirahatlah Kata-Kata. “Istirahatlah Kata-Kata adalah salah satu judul puisi ciptaan Wiji Thukul yang akhirnya kami pakai sebagai judul film ini,” ungkapnya. 

Lebih lanjut, Aam (sapaan akrabnya) saat disinggung mengenai film sebagai alat penyampaian pesan ia pun mengiyakan. “Film itu sebagai alat ucap,” tegasnya.

Sebagai sesama sineas, Tonny Trimarsanto, juga sepakat dengan apa yang disampaikan Aam. “Media film telah menjadi alat untuk bercerita, bahkan untuk lintas generasi. Setiap sutradara mempunyai pendekatan sendiri-sendiri untuk menceritakan setiap naskah yang ada. Namun pada akhirnya nanti, apakah pesan dalam film itu sampai kepada khalayak kembali lagi pada bagaimana khalayak (penonton) merepresentasikannya,” jelasnya. 

Di akhir diskusi, Zaenal Muttaqien yang merupakan perwakilan dari IKOHI (Ikatan Keluarga Orang Hilang Indonesia), membacakan puisi Istirahatlah Kata-Kata ciptaan Wiji Thukul dengan sangat apik. (Utari)

Short link