Kabar Latuharhary

Komnas HAM : Pemerintah harus Berperspektif HAM dalam Penyelesaian Konflik Agraria

Latuharhary – Komnas HAM menggelar diskusi media dengan tema “Penyelesaian Konflik Pertanahan Dalam Perspektif HAM” di Kantor Komnas HAM RI, Menteng, Jakarta Pusat (14/05).

Narasumber yang hadir yakni Amiruddin (Komisioner Komnas HAM), Dewi Kartika (Konsorsium Pembaruan Agraria), Zenzi Suhadi (Wahana Lingkungan Hidup Indonesia) dan sebagai moderator diskusi Gatot Ristanto (Kepala Biro Dukungan Penegakan HAM).

Diskusi ini untuk merespon Presiden yang menggelar rapat terbatas kabinet mengenai permasalahan tanah atau konflik agraria. Dalam rapat tersebut, beliau menghimbau terhadap para kabinetnya agar mempercepat penyelesaian konflik pertanahan yang terjadi di seluruh Indonesia. Dalam hal ini, Komnas HAM turut menyambut kehendak presiden tersebut. Pada tahun 2018 hingga 2019, Komnas HAM telah menerima kurang lebih 169 pengaduan terkait konflik agraria.

“Kami di Komnas HAM paling tidak di tahun 2018 sampai 2019 bulan ini ada 169 pengaduan, tahun-tahun sebelumnya juga banyak. Dan sebagian besar pengaduan ini sampai saat ini belum ditangani atau belum terselesaikan” kata Amir,  Komisioner Komnas HAM Koordinator Penegakan HAM.

Dalam mendukung penyelesaian konflik agraria ini, Komnas HAM juga turut memberikan masukan terhadap pemerintah untuk fokus terhadap penyelesaian persoalan hak asasi manusia.

“Jika pemerintah memang ingin menyelesaikan masalah-masalah agraria ini, yang paling penting adalah apakah langkah penyelesaian itu nantinya menjawab persoalan hak asasi manusianya atau tidak, memenuhi hak atau tidak.” Ungkapnya.

Selain itu, Amir juga mempertanyakan dalam penyelesaian konflik ini apakah nantinya akan mengembalikan lahan garapan masyarakat atau tidak. Karena menurut beliau bagi masyarakat, tanah garapan adalah hidup mereka.

“yang paling penting diperhatikan ialah apakah langkah penyelesaian itu nantinya menjawab persoalan hak asasi manusianya atau tidak, memenuhi hak atau tidak, Apakah penyelesaiannya itu akan mengembalikan lahan garapan masyarakat itu atau tidak. Karena bagi masyarakat, terutama di wilayah-wilayah seperti Kalimantan, Sumatera, yang daerahnya masyarakatnya masih sangat bergantung pada tanah, tanah garapan ialah hidup mereka.” Ungkap Amiruddin. (Radhia/ Banu)

Short link