Kabar Latuharhary

Komnas HAM Gelar Diskusi Terbuka Kematian Ratusan Petugas KPPS

Latuharhary - Komnas HAM menyelenggarakan diskusi terbuka terkait kematian ratusan Petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) pasca coblosan serentak Pilpres dan Pileg 17 April 2019 yang melibatkan Komisi Pemilihan Umum (KPU), Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Himpunan Psikolog Indonesia (HPI), cyber crime Mabes Polri, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesi (FKUI) serta Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) di kantor Komnas HAM Menteng, pada Senin (20/5/2019).

Diskusi ini merupakan rangkaian dari kegiatan pemantauan Tim Pemantauan Pemilu 2019 Komnas HAM dimana bertujuan untuk mengetahui data riil Petugas KPPS yang meninggal atau pun sakit.

Sebagaimana disampaikan oleh perwakilan dari KPU, per tanggal 19 Mei 2019 pukul 13.00 WIB, data KPU menyebutkan bahwa Petugas KPPS yang meninggal dunia mencapai angka 553 orang (9,2%) dan sakit sebanyak 5.097 orang (90,8%).  Persebaran paling besar terdapat di tiga provinsi yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.

“Mayoritas Petugas KPPS yang sakit berada di rentang usia 31 s.d. 50 tahun, sedangkan yang meninggal berusia di atas 51 tahun,” ungkapnya.  

Menurut dokter KPU, Maya, kematian Petugas KPPS tersebut sebagian besar diindikasikan karena pecahnya pembuluh darah jantung dan otak yang dapat dipengaruhi dan dipicu oleh faktor stres.

“Masalah stres memang tidak dapat dihindari. Kendati seluruh Petugas KPPS telah diberikan bimbingan teknis sebelum pelaksanaan pemilu serentak berlangsung 17 April 2019 lalu, tugasnya yang berlipat-lipat akibat deadline penghitungan suara, antusias memasyarakat dan hoax yang beredar, telah menambah level stres mereka,” jelasnya.

Maya menambahkah persoalan ini masih ditambah dengan minimnya kriteria yang ditetapkan pada rekruitmen Petugas KPPS. “Perekrutan Petugas KPPS hanya mengatur batas usia minimal yaitu 17 tahun, tanpa menentukan batas maksimal usia. Tak heran, cukup banyak Petugas KPPS yang berusia lanjut. Padahal tanggungjawab Petugas KPPS sangat berat,” pungkasnya.

Baik pihak IDI maupun KPU, sama sekali tidak menduga atau memprediksi bahwa pemilu serentak 17 April 2019 lalu akan memakan banyak korban jiwa karena KPU telah melakukan simulasi sebelum penyelenggaraan berlangsung.

Unit Cyber Crime Mabes Polri pun turut berpartisipasi dalam diskusi. Sebagaimana diketahui berita kematian Petugas KPPS telah menjadi sorotan masyarakat netizen karena jumlahnya yang mencapai hingga ratusan jiwa.

“Banyak beredar berita-berita hoax yang menimbulkan simpang siurnya penyebab kematian mereka. Hal ini berada dalam pantauan Tim Cyber Crime Mabes Polri. Sejak 3 (tiga) bulan sebelum pemilu, saat pemilu berlangsung hingga pasca pemilu, apabila terbukti adanya hoax dan ujaran kebencian, maka pihak kami akan memproses secara hukum,” tegas perwakilan dari Unit Cyber Crime Mabes Polri.

Kombespol Kurnia dari Mabespolri menyampaikan bahwa sampai saat ini belum memperoleh data spesifik korban dan penyebab kematian. “Kondisi ini membuat rekomendasi tidak bisa diberikan secara tepat. Sebaiknya korban meninggal yang mencapai angka ratusan orang itu, didata secara detail jumlahnya, berapa saksi yang terlibat, dan diidentifikasi data-data dukung terkait sehingga rekomendasi yang kami berikan juga lebih tepat,” paparnya.(Andri Jenar/ENS)

Short link