Kabar Latuharhary

USAID Apresiasi Peran Komnas HAM bagi Kelompok Minoritas Seksual

Latuharhary -  United States Agency for International Development (USAID) dalam kunjungannya ke Komnas HAM menyampaikan apresiasinya atas upaya yang telah dilakukan lembaga ini terkait isu Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender/Transeksual, dan Interseks (LGBTI) di Indonesia dalam pertemuan di Gedung Komnas HAM Menteng Jakarta,  Rabu (10/07/2019).


Apresiasi USAID ini disampaikan oleh Jesse Bernstein dari  The Department of State Special Advisors for the Human Rights of LGBTI Persons USAID, setelah mendengarkan pemaparan Komnas HAM mengenai apa yang sudah dilakukan dalam isu LGBT di Indonesia.

Dalam kunjungannya, Jesse yang didampingi rekannya dari Kedubes Amerika Serikat, disambut oleh Ketua Komnas HAM, Ahmad Taufan Damanik bersama dengan Komisioner Pemajuan HAM, Beka Ulung Hapsara dan tim dari Bagian Dukungan Penyuluhan.

Kedatangan Jesse mewakili Amerika yang ingin mendengarkan perspektif dan posisi Komnas HAM dalam isu LGBTI di Indonesia. Jesse juga ingin mendengar langsung mengenai progres dan tantangan apa yang dihadapi Komnas HAM selaku lembaga yang menegakkan hak asasi manusia untuk membela hak kaum LGBTI.

Taufan menjelaskan bahwa LGBTI atau di Komnas HAM disebut juga dengan kelompok minoritas seksual masuk dalam kategori isu kelompok minoritas seperti agama dan kepercayaan lokal, Penyandang Disabilitas serta Ras-Etnis yang posisinya minoritas di dalam masyarakat. Isu LGBTI bukanlah sesuatu yang baru di dalam kebudayaan Indonesia, karena beberapa kebudayaan sudah mengenal isu ini sejak nenek moyang. Namun 10 tahun terakhir ada pandangan yang berubah, ada beberapa kelompok masyarakat yang ingin mengintervensi dengan mengajukan regulasi lokal untuk mengkriminalisasi serta mendiskriminasi kelompok LGBTI, ras-etnis dan beberapa kepercayaan/agama minoritas.

“Tidak hanya regulasi lokal namun juga nasional turut diintervensi akibat tekanan publik mengenai isu ini. Tentu Komnas HAM menolak tegas dan meminta Presiden untuk menangguhkan penetapan undang-undang tersebut,” tambahnya.

Dalam menyelesaikan kasus-kasus terkait LGBTI, Komnas HAM biasanya melakukan mediasi karena isu LGBTI adalah isu yang kontroversi. Namun Beka menegaskan bahwa posisi Komnas HAM adalah kuat dalam pemenuhan dan perlindungan hak asasi manusia di Indonesia.

“Mengingat posisi kami yang kuat, ada beberapa strategi Komnas HAM dalam memenuhi tugasnya terutama dalam isu LGBTI. Pertama dengan melakukan pembinaan terhadap pemerintahan lokal melalui Festival HAM dan Program Human Rights Cities (HRC). Kami berharap melalui program ini diharapkan pemerintahan lokal dapat menghormati dan melindungi warganya atas dasar prinsip hak asasi manusia. “ ujar Beka.  

Selanjutnya, Beka menjelaskan strategi kedua yaitu melalui program Polisi Berbasis HAM (PBH). PBH dilaksanakan karena laporan pengaduan pelanggaran hak asasi manusia yang cukup tinggi dari Polisi terhadap masyarakat. Pelatihan yang dilakukan tidak hanya pengetahuan Hak Asasi Manusia namun juga implementasinya dalam melaksanakan tugas dan fungsinya dalam melindungi kelompok minoritas terutama kelompok LGBTI.

Strategi ketiga berhubungan langsung dengan komunitas akar rumput LGBTI karena banyak dari mereka yang tidak mengetahui hak asasi manusianya.

“Tidak hanya mengadvokasi komunitas ini, namun Komnas HAM turut terlibat membangun hubungan komunikasi dengan komunitas akar rumput LGBTI,” ungkap Beka.

Yuli Asmini selaku Kepala Bagian Pendidikan dan Penyuluhan HAM menegaskan hal tersebut, dengan menjelaskan bahwa Komnas HAM telah melakukan pelatihan HAM terhadap komunitas LGBTI sebagai pemegang hak agar menyadari hak asasi manusianya. Selain itu Komnas HAM melakukan kegiatan publikasi dengan menerjemahkan The Yogyakarta Principles ke dalam bahasa Indonesia dan membagikannya ke aparatur Negara supaya mereka peka dan memenuhi HAM terhadap kaum LGBTI.

Komnas HAM juga menerima audiensi dengan komunitas LGBTI di mana peran Komnas HAM selain mengedukasi mengenai hak mereka namun juga memberitahu apa yang bisa mereka lakukan untuk memperjuangkan haknya dengan instrumen dan mekanisme yang ada.

Jesse mengapresiasi apa yang telah dilakukan Komnas HAM namun ia fokus pada apa yang bisa Amerika lakukan untuk membantu Komnas HAM dalam melakukan tugasnya membantu penyadaran akan HAM LGBTI di Indonesia.

Pada kesempatan ini Beka memberikan saran untuk tidak menggunakan cara yang keras seperti menyalahkan pemerintah Indonesia karena cara ini tidak sesuai dengan kondisi di Indonesia, namun gunakan cara lembut untuk membangun awareness di publik mengenai LGBTI atau pendekatan komprehensif, supaya tidak ada antipati dari publik. Salah satu contohnya adalah lewat investasi ekonomi pada pemerintah Indonesia dengan catatan atau tuntutan tertentu yang berhubungan dengan perlindungan hak minoritas, cara ini bisa mengubah pola pikir pemerintah lokal tentang grup minoritas seperti LGBTI.

Di akhir pertemuan, Jesse mengungkapkan senang dapat mendengar keterangan lengkap langsung dari institusi lokal seperti Komnas HAM untuk mendapatkan gambaran lengkap perlakuan terhadap kaum LGBTI di Indonesia. (Bex/ibn)

Short link