Kabar Latuharhary

BEM FH Universitas Sebelas Maret Kunjungi Komnas HAM

Kabar Latuharhary - Komnas HAM melalui Bagian Dukungan Penyuluhan HAM menerima kunjungan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Hukum (FH) Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, bertempat di Ruang Pleno Utama Gedung Komnas HAM Menteng Jakarta, pada Rabu (18/09/19).

Kunjungan yang dihadiri oleh 70 orang mahasiswa dan mahasiswi BEM FH UNS bertujuan untuk menjalankan program-program BEM FH UNS 2019, salah satunya program pengawalan terhadap isu-isu HAM yang ada di Indonesia. 

Sebagaimana disampaikan oleh para mahasiswa, isu HAM merupakan isu yang penting dan penuh problematika. Oleh karena itu, kunjungan kali ini dimaksudkan untuk mengupas lebih dalam perihal HAM dan meng-update kasus-kasus terkait pelanggaran HAM di Indonesia. 

“Kami berharap Komnas HAM dapat memberikan pencerahan kepada kami seputar HAM dan kasus-kasus pelanggaran HAM yang terjadi di Indonesia karena banyak kasus-kasus pelanggaran HAM yang masih belum menemukan titik terang hingga saat ini”, ungkap Rehan selaku Presiden BEM FH UNS saat memberikan kata sambutan.



Koordinator Pemajuan HAM yang juga Komisioner Subkomisi Penyuluhan, Beka Ulung Hapsara, dalam kata sambutannya menyampaikan apresiasinya atas kunjungan tersebut terutama karena mereka telah menunjukkan ketertarikan atas isu HAM sejak di usia muda. 

“Saya sangat mengapresiasi kedatangan teman-teman dari BEM FH UNS, terutama atas ketertarikannya terhadap isu HAM. Sudah sepatutnya masyarakat menaruh concern terhadap HAM. Memang negara yang harus bertanggungjawab terhadap pemenuhan, penghormatan dan perlindungan HAM, tetapi kita wajib mengawal agar negara menjalankannya”, jelas Beka.

Tidak hanya itu, beliau pun mendorong BEM FH UNS untuk membuat kegiatan terkait HAM dan bisa mengundang Komnas HAM dalam kegiatan tersebut. Sehingga tidak hanya sipil yang mendatangi Komnas HAM guna penggalian isu HAM, tetapi Komnas HAM pun dapat menghadiri acara-acara undangan seputar HAM dalam rangka penyebarluasan wawasan HAM kepada masyarakat luas.

Penyuluh Komnas HAM yang turut hadir, Adrianus Abiyoga dan Kurniasari Novita Dewi, turut memaparkan profil Komnas HAM, menyampaikan materi HAM secara umum dan kasus-kasus pelanggaran HAM di Indonesia baik yang telah diselesaikan oleh Komnas HAM atau pun yang mandek di Kejaksaan Agung. 

Setelah pemaparan, sesi dilanjutkan dengan diskusi dan tanya jawab. Terlihat sekali antusiasme dari para mahasiswa ini karena tidak sedikit dari mereka yang mengajukan pertanyaan. Tercatat mahasiswa atas nama Defri, Tasya, Andrian, Anisa, Almases, Rendi, Oka, Rafi, Aziz, dan Kaharudin mengajukan beberapa pertanyaan menarik seputar isu HAM. 

Salah satu pertanyaan menarik datang dari Anisa dan Aziz yang mempertanyakan tanggapan Komnas HAM perihal aborsi dan hukuman mati yang diberlakukan di Indonesia. Apakah ketentuan ini bertentangan dengan hak hidup yang merupakan hak asasi manusia. “Salah satu hak manusia adalah hak hidup, namun ada kebijakan di Indonesia terkait pidana mati. Bagaimana tanggapan Komnas HAM terkait pidana mati tersebut?”, tanya Anisa.

Senada dengan Anisa, Aziz mempertanyakan perihal pelaksanaan aborsi. “Bagaimana tanggapan Komnas HAM soal aborsi, karena pelaksanaan aborsi di Indonesia masih pro dan kontra. Bukankah aborsi itu sama saja dengan mengambil hak seseorang untuk hidup”, tanyanya.

Menanggapi pertanyaan tersebut, Kurniasari Novita Dewi atau yang biasa disapa Upi, menyampaikan penjelasannya. “Hak hidup dan aborsi adalah dua pertanyaan yang selalu dikaitkan dan dipertanyakan serta tergolong kontroversial di Indonesia. Di Indonesia, ada pihak-pihak yang menolak aborsi dan ada yang melaksanakannya, tetapi pelaksanaan aborsi itu tentu saja dengan alasan-alasan medis tertentu yang urgent”, jelas Upi.

Perihal hukuman pidana mati, lanjutnya, berdasarkan ICCPR yang sudah diratifikasi, hukuman mati tidak dihapus. Oleh karena itu, PBB mengarahkan kepada semua negara yang tergabung dalan United Nation (PBB) untuk menghapus hukuman tersebut. Akan tetapi Indonesia belum menghapusnya karena optional protocolnya belum ditandatangani. “Manusia harus dilindungi karena dia adalah manusia, tanpa memandang statusnya. Dalam hal ini Komnas HAM telah memposisikan diri mendukung penghapusan hukuman mati,” pungkasnya. 

Adrianus Abiyoga pada kesempatan yang sama menyatakan bahwa berdasarkan Undang-Undang No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Hak hidup disebutkan pertama diantara hak-hak asasi lainnya. “karena percuma membicarakan hak-hak yang lain kalau orangnya sudah mati,” tukasnya.  (Ratih/ENS

Short link