Kabar Latuharhary

Etika Pejabat Publik dan Soliditas Kebijakan dalam Pandemi COVID-19

Kabar latuharhary – Komisioner Penelitian dan Pengkajian Komnas HAM, M. Choirul Anam menilai bahwa kasus penyalahgunaan pemberian bantuan dengan memasang foto para pejabat publik, merupakan suatu tindakan yang tidak etis. Hal ini disampaikan Anam dalam Konferensi pers secara daring dengan tema “Reviu Periodik atas Pelaksanaan 18 butir Rekomendasi Komnas HAM RI tentang Perspektif HAM atas Tata Kelola Penanggulangan Covid-19” pada Rabu (29/4/2020), di Jakarta.pada Rabu (29/4/2020), di Jakarta.

Dalam konferensi pers  ini, Anam beserta Tim Pengkajian dan Penelitian Penanggulangan Covid-19 Berbasis HAM, turut menyoroti permasalahan lainnya, di antaranya larangan mudik, beribadah di rumah, penerapan PSBB bagi daerah-daerah baru, hingga pemberian sanksi.

“Ada satu hal penting yang menjadi fenomena dari mulai awal sampai akhir kemarin. Pemberian bantuan ini apapun bentuknya tidak boleh memasang foto pejabat-pejabat, karena hal tersebut tidak etis dan kurang baik,“ Kata Anam.

Pada 2020 ini, akan ada ratusan daerah yang melaksanakan pemilihan kepala daerah, baik di tingkat kabupaten/kota maupun provinsi. Oleh karena situasi pandemi Covid-19, Pilkada Serentak diundur hingga 9 Desember 2020. Dalam situasi ini dikhawatirkan akan ada pihak yang memanfaatkan situasi pandemi Covid-19 untuk melakukan kampanye dan pencitraan.

“Pemasangan foto pejabat, dalam konteks gerakan penanganan darurat kesehatan merupakan satu tindakan yang tidak etis, dan dapat mencederai gerakan solidaritas masyarakat. Masyarakat saja tidak pernah kasih foto dan lain sebagainya, ini kok malah ada pejabat yang nempelin foto,” Sambungnya.

Anam menganjurkan ketika memberi bantuan sosial kepada masyarakat, lebih baik memasang tagline himbauan untuk tetap berada di rumah, dibandingkan dengan menempelkan sticker foto pejabat. Oleh karena itu, Anam menegaskan bahwa hal tersebut menjadi peringatan bagi semua khalayak khususnya pejabat-pejabat publik untuk tidak memanfaatkan ruang kesusahan, menjadi ruang politik dan kebutuhan lain di luar kepentingan darurat kesehatan.

“Harusnya, kalau memang mau memberi bantuan sosial dan sebagainya, di kardusnya atau di kotaknya beri tagline bersama-sama, terkait kerja di rumah, atau beribadah di rumah misalnya seperti itu. Hal ini jauh lebih terhormat dibandingkan dengan pemasangan foto,” ujar Anam.

Untuk konteks pelarangan mudik, Anam menyatakan bahwa pembatasan mobilisasi memang salah satu hal penting dalam penanganan covid-19. Namun, dalam hal ini harus ada legalitas kebijakan yang jelas, agar semua tata kelola penanggulangan Covid-19 dapat berjalan dengan maksimal sesuai dengan aturan hukum.

“Dalam hal ini, memang banyak hal yang diatur terutama untuk memutus mata rantai penyebaran, Namun yang sangat kita sayangkan adalah aturannya tidak begitu jelas dalam konteks hak darurat kesehatan, maupun dalam konteks darurat bencana non-alam. Koridor pengaturan soal mudik ini, belum ada legalitas yang jelas. Kita butuhnya memang satu platform, satu soliditas kebijakan yang jelas agar kita sebagai negara hukum punya posisi legalitas yang kuat. Selain itu, penting pula untuk melakukan evaluasi terhadap legalitas pelarangan mudik,” tegasnya.

Sementara itu, terkait dengan beribadah di rumah. Komnas HAM berharap kesadaran masyarakat semakin meningkat, agar dapat memutus simpul-simpul penyebaran virus berikutnya. “Soal sholat jema’ah, kami melihat memang tantangannya sangat besar untuk membangun kesadaran masyarakat agar beribadah di rumah, dan tidak berjema’ah di tempat-tempat beribadah. Ayolah kita bersama beribadah di rumah, agar pandemi ini segera selesai,”ucap Anam.

Selanjutnya, Anam memberi saran mengenai penerapan PSBB bagi daerah-daerah baru, seperti Surabaya, Sidoarjo, Gresik, hingga Banjarmasin untuk dapat belajar dari pengalaman yang baik, dan melihat kekurangan dari penerapan PSBB yang telah berlangsung di Jakarta, Bogor dan kota lainnya.

“Apa yang paling penting belajar dari situ? Salah satunya adalah kejelasan pengaturannya. Jadi, apabila ada yang mengatakan kita akan membuat kebijakan jam malam, jam malam ini maksudnya apa? Kan kebijakan umumnya adalah di rumah, kok ada jam malam? Jadi belajarlah dari tempat-tempat yang telah menerapkan PSBB,”lanjutnya.

Selain itu, terkait pemberian sanksi. Komnas HAM mendorong agar sanksi yang diberikan menggunakan konsep yang ideologis, persuasif dan mengajak masyarakat untuk solidaritas karakter sanksinya seperti apa.

“Jadi tidak perlu diancam mau dipukul rotan dan lain sebagainya, hal ini malah kontra produktif yakinlah  kalau menghadapi pandemi seperti ini, dengan memberikan kepercayaan ke masyarakat dan membangun solidaritasnya, ini akan cepat kelar. Namun, apabila memusuhi masyarakat, yang ada adalah masalahnya semakin banyak dan PSBB tidak akan kelar-kelar,” kata Anam.

Hadir dalam konferensi pers ini, Mimin Dwi Hartono (Kepala Bagian Penelitian dan Pengkajian) dan Delsy Nike (Kasubag Hak Ekosob), beserta tim yang terdiri atas Oktarini Fitri, Kania Rahma, Ronni Limbong, Brian Azer, Ade Angela, Prasetyo Adi, Febriana Ika, dan Zsabrina. (Radhia/MDH/Ibn)

Short link