Kabar Latuharhary

Surati Presiden RI, Komnas HAM Minta Tugas TNI Atasi Aksi Terorisme Ditinjau Ulang

Latuharhary – Menyikapi Rancangan Peraturan Presiden  (Raperpres) tentang Tugas Tentara Nasional Indonesia dalam Mengatasi Aksi Terorisme, Komnas HAM secara resmi telah menyampaikan surat pertimbangan dan rekomendasi kepada Presiden RI Joko Widodo.

Surat bernomor 056/TUA/VI/2020 tertanggal 17 Juni 2020 tersebut dikirimkan bersama surat untuj Ketua DPR RI bernomor 055/TUA/VI/2020. “Rancangan Peraturan Presiden (Raperpres) ini perlu dikritisi secara mendalam,” ujar Ketua Komnas HAM RI Ahmad Taufan Damanik dalam konferensi pers bersama Komisioner Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM M.Choirul Anam dan peneliti Komnas HAM Agus Suntoro, Rabu (24/6/2020).

Komnas HAM menekankan bahwa substansi Raperpres tidak sejalan dengan pendekatan hukum dalam UU Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, yaitu prinsip criminal justice system.  Rekomendasi tersebut lahir dari bedah substansi UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia, khususnya Pasal 7 ayat (3) yang menekankan bahwa keterlibatan militer dalam penanganan terorisme disebut bersifat perbantuan. Padahal berdasarkan pada politik negara dan anggaran dari APBN sifatnya ad hoc atau sementara. Secara tata kelola perundang-undangan, Komnas HAM menilai Raperpres tersebut bertentangan dengan prinsip lex superior derogat legi inferior.

“Kami mengingatkan Bapak Presiden dan DPR RI yang sekarang sedang membahas agar tetap menempatkan Rancangan Perpres itu di dalam konteks criminal justice system dengan berpegang pada UU Nomor 5 Tahun 2018 dan UU Nomor 34 Tahun 2004. Tidak boleh lari dari dua Undang-Undang itu. Kami juga menangkap bahwa ini (Raperpres) seperti akan melahirkan suatu pendekatan war model, padahal ini merupakan tindak pidana bukan perang. Karena itu pelibatan TNI dalam hal ini adalah Operasi Militer Selain Perang (OMSP)," jelas Taufan.

Taufan mengingatkan juga agar tidak terjadi tumpang tindih dengan institusi-institusi negara yang bertugas dalam penegakan hukum, intelijen, dan lain-lain.  Karena itu, katanya, Komnas HAM meminta kepada Presiden RI agar Rancangan Perpres itu dicabut, untuk kemudian disusun kembali sebuah rancangan yang lebih sejalan dengan prinsip-prinsip criminal justice system serta sejalan dengan UU Nomor 5 Tahun 2018 dan UU Nomor 34 Tahun 2004, termasuk dalam penggunaan anggaran yang harus merujuk pada pengelolaan keuangan Negara dalam hal ini APBN.

Menyambung apa yang disampaikan Taufan, Komisioner Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM RI M. Choirul Anam menilai Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme komprehensif. Lantaran substansinya mencakup prosedur memposisikan korban dan pola pendekatan melalui paradigma penanganan terorisme yang tidak hanya dengan kekerasan namun juga dengan deradikalisasi, kontraterorisme dan lain-lain. 

“Ruang undang-undang ini performanya cukup tinggi. Oleh karenanya penting bagi Komnas HAM untuk memberikan perhatian khusus terhadap Perpres ini,” ujar Anam.

Lebih lanjut,  Komnas HAM juga mengkritisi substansi Raperpres. Anam mencermati  mulai dari judul Raperpres yang menyebut “aksi terorisme” bukan tindak pidana terorisme. Padahal sebagaimana yang diperintahkan dalam undang-undang adalah Perpres yang mengatur tentang tindak pidana terorisme. Kemudian terkait pelibatan TNI dalam fungsi-fungsi operasional yang terdapat di dalamnya, yaitu fungsi penangkalan, penindakan dan pemulihan.

Secara substansi, Anam menguraikan bahwa dalam UU Nomor 5 Tahun 2018, semua hal yang dilakukan aparat negara termasuk Densus 88, dari penyadapan hingga penangkapan disikapi dengan cara harus sesuai izin Ketua Pengadilan. Anam melihat masih ada mekanisme kontrol sedangkan dalam Perpres ini tidak ada mekanisme kontrol sama sekali. Termasuk jika ada pelanggaran, pada pasal dalam UU Nomor 5 Tahun 2018 siapapun yang melakukan pelanggaran hukum dan HAM diperiksa dan diadili di pengadilan, sedangkan di Perpres ini tidak ada.

“Perpres ini seperti karpet merah, boleh melakukan semuanya, pengawasannya tidak ada, pertanggungjawabannya pun tidak ada,” tegas Anam. (AAP/IW)

*selengkapnya Surat Keterangan Pers Nomor: 026/Humas/Kh/Vi/2020 Tinjau Ulang Raperpres Tentang Tugas Tni Dalam Mengatasi Aksi Terorisme dapat diunduh pada tautan berikut:

https://www.komnasham.go.id/index.php/siaran-pers/2020/06/25/96/surat-keterangan-pers-nomor-026-humas-kh-vi-2020-tinjau-ulang-raperpres-tentang-tugas-tni-dalam-mengatasi-aksi-terorisme.html

Short link