Kabar Latuharhary

Komnas HAM Persiapkan Pelatihan bagi Anggota Densus 88

Kabar Latuharhary – Dalam penanganan terorisme, Indonesia telah membentuk pasukan khusus yang disebut Datasemen Khusus 88 atau Densus 88. Penanganan tindak pidana terorime harus dilaksanakan dengan berpedoman pada hak asasi manusia, baik terhadap terduga dan korban.

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) melalui Bagian Dukungan Penyuluhan menggelar Focus Group Discussion (FGD) Persiapan Pelatihan Anggota Densus 88. “Pemilihan materi, metode, dan substansi sangat penting bagi peserta pelatihan,” ujar Komisioner Komnas HAM, Beka Ulung Hapsara membuka acara FGD pada Jumat, (10/07/2020).

Diskusi yang digelar secara daring tersebut juga dihadiri beberapa narasumber, yaitu Kasubdit 3 (tiga) Penyidikan, Direktorat Penyidikan Densus 88 AT. Polri, Imam Subandi, Independent consultan for Human Rights, Papang Hidayat, serta Penyuluh Komnas HAM, Adrianus Abiyoga. FGD ini dihadiri oleh Plt. Kepala Bagian Dukungan Penyuluhan, Rima P. Salim, beberapa staf Komnas HAM bagian dukungan penyuluhan yang tergabung dalam tim Polisi Berbasis HAM (PBH), beberapa anggota Densus 88 dan Divisi Hukum Polri.

Komnas HAM berwenang dan bertugas melakukan penyuluhan bagi semua unsur lapisan negara untuk melaksanakan kehidupan bernegara berbasis hak asasi manusia. Tim penyuluh lembaga ini diharapkan dan bahkan diwajibkan untuk memberi masukan dan pelatihan kepada anggota Densus 88 agar dalam melaksanakan tugasnya tidak melanggar HAM.

Selain itu, Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) telah mengeluarkan Peraturan Kapolri (Perkap) No. 8 tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar  Hak Asasi Manusia (HAM) dalam penyelenggaraan tugas Kepolisian Republik Indonesia. Perkap ini adalah dasar hukum yang mewajibkan anggota Polri untuk menjadikan HAM sebagai pedoman yang tidak boleh dikecualikan saat anggota Polri melaksanakan tugas dan kewenangannya.



Imam menyampaikan bahwa tugas Densus 88 adalah untuk menunjukkan atau membuktikan adanya ‘kehadiran negara’ dalam melindungi HAM kehidupan negara terutama, bagi korban teroris. Ketika bertugas dikhawatirkan bahkan diduga akan ada tindakan yang melanggar HAM. Oleh karena itu, dirasakan perlu persamaan perspektif antara Polri/Densus 88 dengan substansi HAM yang berlaku secara universal.

Lebih lanjut, Ia menjelaskan bahwa tujuan diadakannya pelatihan bagi Densus 88 adalah untuk memberikan pengertian dan pemahaman HAM bagi anggota Densus 88. Terkait metode, materi dapat disampaikan melalui aplikasi daring, sedangkan simulasi dilakukan offline, dengan memperhatikan protokol kesehatan di masa pandemi Covid-19.

Papang mempertegas dan mempertajam tema FGD ini dengan menyatakan bahwa kurikulum perlu disesuaikan dengan latar belakang dan kedudukan peserta, dipilih materi yang relevan. Persoalan HAM memang seringkali bersinggungan dengan Polri, di Indonesia sudah ada pembenahan dan reformasi. Polri merupakan representasi negara karena hampir di setiap lokasi ada Polri.

Selanjutnya, Ia menyinggung adanya materi batasan penggunaan kekerasan dan penggunaan senjata api ketika anggota bertugas. “Metode pemaparan video bisa menjadi salah satu metode dalam pelatihan. Materi HAM jangan dibuat rumit atau terlalu luas, disesuaikan dengan tugas Densus 88. Pelatihan juga perlu dilakukan secara berkala,” Jelas Papang.

Menutup diskusi, Rima menyampaikan, persiapan yang matang dalam menyusun  pelatihan ini sangat penting. Melalui persiapan yang matang dan metode yang tepat, diharapkan pelatihan kepada anggota Densus 88 ini dapat berjalan efektif. Pembelajaran ini akan menjadi bekal dalam mengambil keputusan sebagai penegak hukum sekaligus penegak HAM ketika bertugas di lapangan. (Feri/LY/RPS)

Short link