Kabar Latuharhary

Komnas HAM: Diskriminasi Masih Terjadi di Indonesia

Kabar Latuharhary –Dalam konteks HAM, ada empat aspek yang dapat disebut sebagai tindakan diskriminasi, yakni pengutamaan, pengecualian, pembedaan, dan pelarangan. Beberapa hal penting dinilai menjadi permasalahan mendasar akan terjadinya tindakan diskriminasi di Indonesia.

Demikian poin-poin pembahasan yang disampaikan oleh Komisioner Pemantauan/Penyelidikan Komnas HAM, M. Choirul Anam, saat menjadi narasumber acara “Jagongan Online Indonesia Merayakan Perbedaan” dengan topik “Intoleransi dan Diskriminasi Masih Adakah di Negara Kita?” Acara diselenggarakan oleh Indonesia Merayakan Perbedaan (IMP), Senin (03/08/2020).

Menurut Anam, dalam konteks HAM, ada 4 aspek yang dapat disebut sebagai tindak diskriminasi. “Keempatnya mirip-mirip memang, namun perlakuannya berbeda-beda. Di antaranya ada pengutamaan, pengecualian, pembedaan, dan pelarangan”, jelas Anam.

Kemudian Anam memberikan salah satu contoh tindakan diskriminasi yang terjadi di masyarakat. “Di suatu perusahaan misalnya, ada 10 buruh yang memiliki penghasilan sama, masing-masing 1 juta rupiah. Namun, ada 3 buruh yang diberikan bonus 50 ribu, itu namanya pengutamaan, apapun alasannya. Entah itu alasan persamaan kepercayaan, kampung halaman dan lain sebagainya, itulah pengutamaan. Nah, praktek pengutamaan inilah yang paling jarang kita soroti dibandingkan yang lainnya”, lanjut Anam.

Menyoroti soal masih adanya tindak diskriminasi di Indonesia, Anam berpendapat bahwa ada beberapa hal penting yang menjadi akar permasalahannya. Pertama, kebijakan politik hukum yang ada di Indonesia dinilai masih belum tuntas untuk menghapuskan seluruh watak diskriminasi yang berujung pada stigmatisasi. Kemudian, kesadaran soal toleransi untuk menghapus stigmatisasi di masyarakat yang juga masih rendah.



“Kita tidak terbiasa untuk membuka ruang dialog dalam upaya menghapus stigma. Toleransi melalui dialog itu, sebenarnya tidak harus menemukan titik temu, namun justru untuk merayakan perbedaan. Selain itu, juga untuk menuntut penghormatan satu dengan yang lain agar semua orang dapat bersikap saling menghormati”, tambahnya.

Permasalahan mendasar lainnya adalah soal orientasi politik praktis identitas yang ada di Indonesia. Terkait hal ini, menurut Anam, Komnas HAM sudah melakukan dialog dengan penyelenggara pemilu. Hal demikian dilakukan Komnas HAM, dalam rangka memberikan pengawasan yang lebih ketat untuk meminimalisasi politik identitas di Indonesia.

“Apapun itu basis nya, entah agama, kepercayaan, warna kulit, itu tidak boleh. Kalau sampai politik identitas yang mucul, maka kerentanan itu akan ada”, ungkap Anam.

Terakhir, menyoal penghayat kepercayaan atau kelompok adat, menurut Anam yang paling banyak diadukan berdasarkan catatan Komnas HAM adalah soal kasus tanah.“Akibat adanya berbagai investasi yang masuk, masyarakat menjadi kehilangan tanahnya, kebiasaan ritual, tata nilai dan identitas kepercayaannya, rata-rata seperti itu. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk memberikan perhatian karena dalam koridor HAM, tanah itu dianggap sebagai bagian dari tata nilai dan itu diakui”, pungkas Anam. (Niken/Ibn/RPS).

Short link