Kabar Latuharhary

Komnas HAM Optimistis Sinergi Lembaga Minimalisir Aksi Penyiksaan 

Latuharhary – Isu penyiksaan dan perlakuan atau penghukuman lain yang kejam, tidak manusiawi, atau merendahkan martabat manusia menjadi bagian dari isu hak asasi internasional. Komnas HAM RI pun meyakini sinergi antarlembaga dapat menimimalisir penyiksaan.

“Di Indonesia sendiri, permasalahan yang masih mencuat adalah fenomena deret tunggu hukuman mati atau death row, dimana sebanyak 274 terpidana mati menunggu antrian panjang eksekusi mati dengan kondisi penjara buruk yang merupakan bentuk penyiksaan" ulas Ketua Komnas HAM RI Ahmad Taufan Damanik dalam pembukaan Webinar Dialog Publik untuk Memperingati Hari Anti Penyiksaan Internasional, Kamis (25/6/2020).

Potensi penyiksaan, menurut Taufan muncul dari kapasitas hunian tempat-tempat penahanan, seperti Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) dan Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) yang berlebihan. Pengawasan yang belum optimal disertai minimnya sosialisasi anti penyiksaan (ill treatment) ataupun pencegahan penyiksaan di kalangan aparat penegak hukum turut menjadi pemicu.

Selain problem tadi, Taufan juga menelisik sejumlah tantangan dalam penghapusan penyiksaan. Kekerasan atau penyiksaan yang sifatnya sistemik, menurutnya terjadi karena belum adanya pelarangan penyiksaan dalam KUHP. Tantangan kedua, budaya kekerasan dalam proses penegakan hukum diasumsikan sebagai tindakan yang wajar.


”Bahkan masyarakat pun seolah-olah memberi permakluman, ketika ada orang yang melakukan tindak pidana digunduli kepalanya, diberikan tindakan-tindakan hukuman fisik,” sambung Taufan.

Meski masih jauh dari ideal, Taufan optimistis untuk terus memperjuangkan penghapusan perlakuan penyiksaan, seiring dengan terbukanya ruang dialog dengan instansi terkait, diantaranya Direktorat Jenderal Pemasyarakatan dan Direktorat Jenderal Imigrasi di Kementerian Hukum dan HAM, Kepolisian RI, dan lembaga negara lainnya.

Taufan juga mengingatkan bahwa transparansi dan keterbukaan informasi menjadi hal mutlak saat ini. “Dengan adanya keterbukaan informasi tentang hal-hal yang terjadi dalam rumah-rumah tahanan, lapas, dan lainnya, semua pihak bisa turut mengawasi,” tegasnya.

Sebagai awalannya, terbentuklah Kerjasama untuk Pengawasan Anti Penyiksaan (KuPP) yang beranggotakan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan, Komisi Perlindungan Anak Indonesia, Ombudsman Republik Indonesia, dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban.

Rangkaian acara Dialog Publik ini diselenggarakan untuk memperingati Hari Anti Penyiksaan Internasional setiap 26 Juni. Peringatan ini telah ditetapkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk memperingati Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, dan Merendahkan Martabat Manusia atau yang dalam bahasa Inggris lebih dikenal dengan The United Nations Convention against Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment yang mulai berlaku pada tanggal 26 Juni 1987.(AAP/IW)

Short link