Kabar Latuharhary

Menyoal Prinsip Pendidikan Ramah HAM

Kabar Latuharhary – Hak atas pendidikan dalam konvenan internasional termasuk dalam hak ekonomi, sosial dan budaya (ekosob). Dalam praktik pemenuhannya dapat dilakukan secara bertahap (progressive realization), sesuai dengan kemampuan negara. Selain itu, juga harus dilakukan secara komprehensif, tidak bisa dilepaskan dari hak-hak yang lain. Dalam cakupan tersebut, Komnas HAM telah mengkampanyekan program sekolah yang ramah HAM.

Demikian poin yang disampaikan Komisioner Pendidikan dan Penyuluhan, Beka Ulung Hapsara dalam webinar “Diskusi Publik Kebijakan PPDB DKI Jakarta Mengebiri Hak atas Pendidikan Anak” yang diselenggarakan oleh Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM), Jumat, (8/1/2021). Beka kemudian menyampaikan ada 10 prinsip yang harus dipenuhi dalam pendidikan atau sekolah yang ramah HAM. Prinsip pertama yaitu, penghormatan terhadap harkat dan martabat manusia. Kedua, non diskriminasi. Ketiga, inklusi, keempat partisipasi semaksimal mungkin dan kelima, kesamaan akses sumber daya dan informasi.

“Negara harus menyediakan sebanyak mungkin kanal-kanal informasi”, jelas Beka. Prinsip keenam yaitu, akuntabilitas dan transparansi. Ketujuh, pemberdayaan seluruh elemen dalam sistem pendidikan, kedelapan kesetaraan. Kesembilan, jaminan perlindungan, khususnya bagi kelompok minoritas, rentan, dan marginal. “Ini bisa soal ketersediaan guru agama sesuai dengan kepercayaan yang dianut atau akses pendidikan untuk anak-anak masyarakat adat di daerah”, terang Beka. Prinsip terakhir yaitu, saling terkait atau bergantung dengan hak-hak yang lain.



Dalam kesempatan tersebut, Beka mengajak kepada seluruh masyarakat agar turut serta mewujudkan pendidikan atau sekolah yang ramah HAM. “Ada tugas besar kita bersama untuk mewujudkan sekolah atau pendidikan yang ramah HAM. Dalam catatan Komnas HAM, ada ancaman pelanggaran HAM yang terjadi di sekolah, misalnya diskriminasi, perusakan lingkungan, intoleransi, bullying, dan pengabaian terhadap penyandang disabilitas”, terang Beka.

Menutup paparannya, Beka juga menyampaikan kewajiban negara dalam konteks pemulihan terhadap pelanggaran HAM yang mungkin terjadi di sekolah. ”Negara harus memulihkan hak-hak korban, bukan hanya yang bersangkutan disekolahkan kembali di satu institusi pendidikan, namun juga harus dipulihkan traumanya, misalnya, ada pendampingan dari dinas pendidikan”, jelas Beka.

Beka juga menegaskan bahwa pemulihan tersebut juga harus disertai dengan perbaikan sistem agar pelanggaran HAM yang sudah terjadi tidak kembali terulang di kemudian hari. (Niken/Ibn)

Short link