Kabar Latuharhary

Proses Penyelidikan Komnas HAM dalam Peristiwa Karawang

Kabar Latuharhary – Peristiwa kematian 6 (enam) laskar Front Pembela Islam (FPI)  yang terjadi di tol Jakarta-Cikampek, Karawang di tengah pandemi, dinilai telah menimbulkan keprihatinan dan duka cita yang mendalam. Merespon peristiwa tersebut, Komnas HAM RI telah membentuk Tim Penyelidikan untuk melakukan investigasi sesuai dengan mandat Komnas HAM Pasal 89, Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia sejak Tanggal 07 Desember 2020.

“Peristiwa Karawang tersebut tentu saja menghentak kemanusiaan kita, kemudian muncul ditengah pandemi yang seharusnya kita semua fokus pada pandemi tersebut, tentu saja kita menjadi prihatin dan turut berduka cita”. Demikian disampaikan Komisioner Pendidikan dan Penyuluhan, Beka Ulung Hapsara dalam Webinar "Implikasi dan Tindak Lanjut Rekomendasi Komnas HAM"” yang diselenggarakan oleh Pusat Studi Hukum (PSH) Fakultas Hukum UII, Sabtu, (16/01/2021).

Pada kesempatan tersebut, Beka menerangkan kembali langkah-langkah yang telah dilakukan tim penyelidikan Komnas HAM sesuai keterangan pers yang sudah dilakukan sebelumnya. “Seperti telah dijelaskan dalam keterangan pers sebelumnya, kami sudah melakukan beberapa kali proses penyelidikan”, jelas Beka.

Pertama, Komnas HAM telah melakukan peninjauan langsung ke lokasi peristiwa. “Kami datang ke rest area km 50 sebanyak 3x dan serangkaian peninjauan langsung lokasi juga di beberapa tempat. Misalnya, di depan Hotel Novotel Karawang, bundaran Badami kota karawang, dan bundaran kampung budaya. Nah, ketika kami meninjau lokasi peristiwa, kami menemukan ada beberapa temuan yang saya kira sangat penting dan signifikan”, lanjut Beka.

Langkah Komnas HAM berikutnya adalah permintaan keterangan. Beka menjelaskan bahwa Komnas HAM telah meminta keterangan dan melakukan pemeriksaan terhadap pihak FPI sebanyak 4 kali pemeriksaan, untuk kepolisian 6 kali, masyarakat 5 kali, dan pihak jasa marga 4 kali pemeriksaan. “Kami memeriksa mulai dari pimpinan FPI, sampai dengan saksi-saksi yang memang terlibat dalam rangkaian peristiwa tanggal 7 Desember tersebut. Ini penting, karena ada juga kemudian publik yang menyatakan bahwa Komnas HAM tidak pernah memeriksa FPI. Komnas HAM hanya memeriksa polisi saja. Itu adalah anggapan yang salah karena justru yang kami periksa pertama kali adalah FPI”, terang Beka.



Proses yang ketiga adalah permintaan dan penerimaan barang bukti. Dijelaskan secara rinci oleh Beka terkait barang bukti yang telah diterima Komnas HAM, baik dari pihak FPI dan keluarga korban, kepolisian, serta Jasa Marga. Keempat, yaitu proses pemeriksaan dan pengujian barang bukti yang ditemukan di lapangan dan terakhir adalah pendalaman oleh ahli.  Menurutnya Komnas HAM telah meminta keterangan dari banyak tenaga ahli independen yang bukan dari kepolisian. “Hal ini dilakukan untuk mengonfirmasi terkait kabar yang beredar bahwa ada penyiksaan terlebih dahulu terhadap korban,” ungkap Beka.

Ahli forensik telah mengonfirmasi bahwa soal kulit dan lebam biru bukan akibat dari tindakan kekerasan. Ada proses pembusukan misalnya karena dari asupan makanan, yang juga bisa menyebabkan proses pembusukan jenazah lebih cepat atau lama. Kemudian ada juga kulit terkelupas, ahli forensik menyampaikan bahwa itu konsekuensi dari seringnya jenazah dipindahkan. Mulai dari kantung jenazah di kepolisian, kemudian ke meja autopsi, sampai dikirim ke keluarga. Komnas HAM mendalami hal ini dengan bantuan ahli.

Beka menegaskan bahwa langkah yang dilakukan oleh Komnas HAM tersebut sudah transparan dan sesuai dengan instrumen HAM. “Berdasarkan hasil proses penyelidikan, temuan data, dan fakta informasi, maka peristiwa kematian tersebut dapat dinyatakan sebagai pelanggaran HAM. Tentu saja ini mungkin tidak akan menjawab atau memuaskan pertanyaan publik, tetapi kami pastikan bahwa apa yang kami hasilkan ini adalah berdasarkan proses yang transparan dan terbuka. Berdasarkan fakta dan bukti yang ada dan juga dengan instrumen hak asasi manusia yang dimiliki oleh negara kita yang disertai dengan instrumen HAM internasional”, tegas Beka.

Komnas HAM juga merekomendasikan untuk dilanjutkan penegakan hukum dengan mekanisme pengadilan pidana guna mendapatkan keterangan materiil lebih lengkap dan menegakkan keadilan. Kedua, mendalami dan melakukan penegakan hukum terhadap orang-orang yang terindikasi berada dalam dua mobil Avanza hitam. Ketiga, mengusut lebih lanjut kepemilikan senjata api yang diduga digunakan oleh laskar FPI. Keempat, meminta proses penegakan hukum yang akuntabel, obyektif, dan transparan sesuai dengan standar HAM.

“Terakhir, kami sudah menyampaikan laporan kami dan menyampaikan kronologis singkatnya kepada Presiden dan beliau berkomitmen untuk menindaklanjuti semua rekomendasi Komnas HAM. Sekarang tugas kita adalah mengawal rekomendasi itu supaya ada proses pengadilan yang terbuka dan adil kepada korban maupun keluarga korban”, pungkas Beka. (Niken/Ibn)
 

Short link