Kabar Latuharhary

Menyiapkan Standar Norma dan Pengaturan sebagai Produk Hukum

Latuharhary-Sebagai pemegang amanat Undang-Undang Hak Asasi Manusia, Komnas HAM RI konsisten menghasilkan dokumen yang menjabarkan secara teknis dan implementatif berbagai instrumen HAM melalui Standar Norma dan Pengaturan (SNP). 

Kali ini Tim Penyusun SNP membahas draf  tentang Hak atas Kebebasan Berpendapat dan Berekspresi serta Hak atas Kesehatan dan Kajian Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR). Kedua draf tersebut diharapkan menjadi sebuah produk hukum tentang HAM yang paling komprehensif.

“SNP ini memang dibayangkan dan diharapkan sebagai salah satu produk hukum nantinya,” kata Komisioner Pengkajian dan Penelitian Komnas HAM RI Sandra Moniaga saat membuka Rapat Khusus Pembahasan SNP Hak  atas Kebebasan Berpendapat dan Berekspresi, SNP Hak atas Kesehatan dan Kajian Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR)Senin (1/3/2021) di Hotel Shangri-La, Jakarta Pusat.

SNP, dinilainya menjadi semacam panduan dalam memaknai peristiwa yang berdimensi HAM dan mekanisme dalam mengklaim HAM ketika terjadi pelanggaran. Sedangkan bagi aktor-aktor lain yang berkepentingan, SNP menjadi koridor dan batasan agar segala tindakan dan aktivitasnya tidak berkontribusi dalam pelanggaran HAM.


Nantinya, SNP diharapkan dapat menjadi medium perantara yang mengikat beberapa elemen masyarakat, baik penegak hukum, dan pihak lain yang bisa digunakan, lanjut Sandra. Lantaran SNP telah ditetapkan sebagai program Prioritas Nasional sejak 2019 dan akan berlanjut hingga 2021.

Sejumlah Komisioner Komnas HAM RI pun mendukung dan mengapresiasi kerja tim SNP. Komisioner Hairansyah, misalnya, berfokus pada SNP yang ramah dan mudah diimplementasikan oleh khalayak umum sehingga dalam penyusunan Perda  atau peraturan lainnya sudah berorientasi pada draf ini. 

“Diperlukan proses panduan dan modul penggunaan SNP ini. Ini penting bagi masyarakat sipil karena mengacu ini sebagai standar pengaturan,” kata Hairansyah.

Wakil Ketua Internal Komnas HAM RI Munafrizal Manan ikut menambahkan hal-hal berkaitan dengan penggunaan istilah, masukan tentang isu kesehatan dalam substansi draf serta aspek universal terkait referensi internasional sejenis SNP. 

“Soal mekanisme penyelesaian, perlu ditambahkan proses penyelesaian di luar hukum karena jika terjadi masalah terkait kesehatan, para petugas kesehatan tidak ingin diekspos,” tambah Munafrizal.

Serangkaian kegiatan pun telah dilakukan Tim Penyusun SNP Kebebasan Berpendapat dan Berekspresi. Dimulai dari penyusunan draf pertama, FGD dengan narasumber ahli, konsultasi publik di beberapa kota secara tatap muka maupun secara daring, undangan masukan publik melalui website, email, dan media sosial, serta reviu akhir oleh ahli hukum dan HAM sehingga menghasilkan draf akhir sebelum disahkan dalam sidang paripurna.

Sementara, proses yang telah dijalankan oleh Tim Kajian KKR berawal dari pengumpulan bahan bacaan dari berbagai sumber. Setelah itu, untuk memahami perkembangan kekinian terkait keadilan transisi di Indonesia, maka anggota tim mengikuti kursus keadilan transisi di Indonesia.

Tim juga mengadakan diskusi berseri untuk melihat kelembagaan KKR, peran serta Komnas HAM dalam keadilan transisi, dan perkembangan kekinian mengenai draf Komisi Kebenaran. Selanjutnya, Tim melakukan pemetaan dan penataan melalui koding data dan informasi menjadi hal yang tidak dapat dipisahkan dalam proses kajian ini.

Dalam kegiatan ini turut hadir Ketua Komnas HAM RI Ahmad Taufan Damanik, Wakil Ketua Eksternal Komnas HAM RI Amiruddin,  Koordinator bidang Pengkajian dan Penelitian Komnas HAM RI Mimin Dwi Hartono, serta jajaran unit kerja terkait. (SP/IW)

Short link