Kabar Latuharhary

Gambar sebagai Media Penyebarluasan HAM

Kabar Latuharhary – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menerima undangan sebagai narasumber dalam acara Webinar: Nurani Menggugat Reformasi Seri ke-2 yang bertajuk “Tantangan Demokrasi dan Kebebasan Berpendapat di Era Digital”. Acara itu digelar secara daring pada Minggu, 23 Mei 2021. Webinar ini merupakan bagian dari acara pameran “Gambar sebagai Senjata Rakyat Merdeka”. Pameran itu diselenggarakan oleh pelukis legendaris asal Yogyakarta, Yayak Yatmaka.

“Gambar adalah seni yang merupakan bagian dari hak berekspresi,” ucap Beka Ulung Hapsara Komisioner Pendidikan dan Penyuluhan HAM  Komnas HAM yang hadir sebagai narasumber dalam webinar tersebut.



Mengawali paparan, Beka – panggilan akrab Beka Ulung Hapsara -- menjelaskan materi terkait seni sebagai bagian dari hak asasi manusia (HAM). Gambar adalah ekspresi seni yang merupakan alat perjuangan, terutama dalam menyuarakan isu HAM. Sebagai media komunikasi gambar merupakan alat yang efektif untuk menyebarluaskan HAM kepada masyarakat karena bersifat langsung.

Lebih lanjut Beka mengatakan gambar memiliki beberapa fungsi yang dapat dimanfaatkan, antara lain, sebagai alat perjuangan bagi mereka yang tertindas, media kontrol sosial terhadap ketidakadilan dan kesewenang-wenangan, navigasi bagi para pembuat kebijakan, alat pendidik bagi para pembelajar, serta penyalur ekspresi kemarahan, kegembiraan, protes maupun kesedihan akan situasi.

Lalu Beka mengungkapkan hubungan antara seni dan HAM. Gambar yang merupakan bagian dari seni dapat berkembang apabila situasi penghormatan dan perlindungan HAM berjalan dengan baik. Situasi itu  dapat dilihat apabila seseorang bebas dari rasa takut, kekerasan, dan represi ketika mengekspresikan dirinya melalui seni. “Negara bertanggung jawab penuh membangun kondisi itu,” ujar Beka.

Beka kemudian melanjutkan paparannya terkait kebebasan berekspresi. Kebebasan berekspresi adalah kebebasan menyatakan pendapat yang berhubungan dengan publik dan berkaitan dengan kebebasan untuk mencari, menerima dan memberikan informasi dan pemikiran apapun.

Ruang lingkup kebebasan berekspresi meliputi wacana politik, komentar sendiri dan tentang urusan publik, diskusi, jurnalisme, ekspresi budaya dan seni, pengajaran, wacana agama, serta iklan komersial. Terkait materi ini, Komnas HAM telah membuat Standar Norma dan Pengaturan (SNP) Kebebasan Berekspresi dan Berpendapat yang dapat diunduh di website komnasham.go.id.

Setelah membahas kebebasan berekspresi, Beka menjelaskan ekpresi artistik yang erat dengan gambar sebagai media seni. Ekspresi artistik adalah hak atas kebebasan untuk berimajinasi, menciptakan dan mendistribusikan ekspresi budaya, harus bebas dari sensor pemerintah, campur tangan politik atau tekanan dari aktor-aktor non negara.

Selain menghadirkan Komisioner Komnas HAM, acara itu juga dihadiri oleh beberapa praktisi HAM. Beberapa tokoh yang diundang yaitu Komisioner Komnas Perempuan Siti Aminah Tardi, Dosen dan Peneliti Pusat Studi Hukum dan HAM Fakultas Hukum Universitas Airlangga Hermambang P. Wiratraman, Researcher Aktivis Perubahan Sosial Siswa Santoso, Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga Bambang Budiono, dan Jurnalis Berita Jatim Ibnu F. Wibowo.

Menutup webinar, Beka mengatakan bahwa kebebasan berekspresi dapat dibatasi. Batasan itu adalah ketentuan hukum yang digunakan untuk melindungi keamanan, ketertiban, kesehatan, moral masyarakat, serta hak dan kebebasan orang lain. Selama tidak mengancam keamanan, seseorang dapat bebas berekpresi dan menyampaikan pendapat. “Melalui gambar dan seni, mari kita bersama-sama menyebarluaskan HAM,” ucap Beka sambil menutup paparannya. (Feri Lubis/LY)

Short link