Kabar Latuharhary

Perkom Diperlukan untuk Mengefektifkan Perlindungan Pembela HAM

Kabar Latuharhary -- Tim Pembela HAM Komnas HAM bersama Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam) tengah melakukan kajian terhadap Peraturan Komnas HAM (Perkom) Nomor 5 Tahun 2015 tentang Perlindungan Pembela HAM. Kajian yang telah berlangsung sejak 2020 tersebut, pada 25 Mei 2021 dilanjutkan dengan Focus Group Discussion (FGD) tentang “Kajian Gap Analisis Revisi Peraturan Komnas HAM tentang Prosedur Perlindungan Pembela HAM terhadap Prosedur Operasional Tetap: Sebuah Ikhtiar Komnas HAM dalam Membangun Sistem Perlindungan yang Efektif terhadap Pembela HAM”.

Kajian tersebut merekomendasi kepada Komnas HAM agar Standar Operasional Prosedur (SOP) Komnas HAM mengakomodasi mekanisme khusus untuk perlindungan terhadap pembela HAM. Perubahan terhadap Perkom Perlindungan Pembela HAM diharapkan dapat menjadi lebih efektif dan lebih mutakhir, mengingat pentingnya pemajuan dan perlindungan hak-hak para pembela HAM.

Komisioner Hairansyah yang merupakan Ketua Tim Pembela HAM Komnas HAM yang memberikan masukan serta pandangannya menyampaikan bahwa upaya untuk memperbaiki SOP sudah dilakukan dengan beberapa kali evaluasi. Secara keseluruhan, SOP-SOP yang ada menjadi acuan bagi Biro Penegakan Komnas HAM dalam hal ini bagian pengaduan, pemantauan, dan mediasi.

“Baiknya memang, SOP perlindungan pembela HAM mengintegrasikan dengan SOP yang ada agar lebih mudah dan tidak ada tumpang tindih, harapannya begitu,” ujar Hairansyah.


 
Hairansyah mengambil contoh pengintegrasian terhadap Perkom Nomor 4 Tahun 2017 tentang Prosedur Pemantauan dan Penyelidikan. Hairansyah memandang pengintegrasian dimungkinkan dilakukan pada bagian mekanisme penanganan kasus. Hal ini karena pentingnya peran pembela HAM dalam penegakan, perlindungan, dan pemajuan HAM sehingga skala prioritas dalam proses penanganan kasus penting untuk dilakukan.

“Seringkali para pembela HAM yang terancam ini terkait dengan kasus-kasus yang sedang ditanganinya. Maka upaya untuk mempercepat proses penanganan kasus itu penting. Di dalam proses mekanisme penanganannya tentu ada hal yang dibedakan. Ada kebutuhan untuk memberikan ruang yang cepat dalam proses penanganan kasus. Demikian karena begitu pentingnya pembela HAM, baik dia sebagai pendamping atau sekaligus korban itu sendiri,” ujar Hairansyah.

Pengintegrasian penanganan kasus serta pelimpahan kasus penting juga untuk diperhatikan, mengingat dalam perjalanannya ada upaya penanganan kasus yang dapat dilakukan bersama ataupun dilimpahkan ke bagian lain. Hal ini juga termasuk dalam kasus upaya perlindungan pembela HAM. Standar Norma dan Pengaturan bagi Pembela HAM juga dapat disebutkan sebagai rujukan pada perkom, walaupun tidak secara spesifik.
 
“Dari evaluasi yang sudah dilakukan dari tiga perkom di Biro Penegakan Komnas HAM, kami tidak ingin perubahan SOP menjadi prosedural atraktif. Justru ketika kita menetapkan perkom ini, malah membuat kasus itu menjadi lama penanganannya. Ini yang menjadi catatan penting. Bagaimana pengaturan ini sedemikian rupa tidak menjebak bagian-bagian ini yang justru menjadi gap di antara satu bagian dengan bagian lain,” ucap Hairansyah.

Secara substansi, menurut Hairansyah, tidak hanya terkait pengintegrasian prosedur penanganan pembela HAM di tiga bagian pada Biro Penegakan Komnas HAM. Tetapi juga memastikan tiga bagian pada biro tersebut dapat terintegrasikan dalam proses penanganannya.

“Hal ini menjadi bagian dari kajian supaya efektivitas dari SOP yang ada, --termasuk di dalamnya mengintegrasikan SOP Pembela HAM -- akan menjadi lebih efektif, bukan sebaliknya menjadi lebih rumit. Ini yang saya kira beberapa hal yang menjadi catatan saya dalam kesempatan kali ini,” harap Hairansyah.

Kegiatan FGD tersebut selain diikuti oleh jajaran Tim Pembela HAM Komnas HAM, juga diikuti oleh jajaran pengurus dan staf Elsam, diantaranya Andi Mutaqin selaku Deputi Direktur Elsam.

Penulis: Niken Sitoresmi

Editor: Banu Abdillah

Short link