Kabar Latuharhary

Komnas HAM Saksikan Autopsi Jenasah Pendeta Yeremia Zanambani

Kabar Latuharhary –Komnas HAM menyaksikan proses autopsi atas jenazah Pendeta Yeremia Zanambani yang tewas ditembak pada 19 September 2020. Autopsi diperlukan untuk memastikan penyebab kematian Pendeta Yeremia Zanambani dan untuk mengonfirmasi apakah betul Pendeta Yeremia Zanambani meninggal karena kehabisan darah akibat luka tembak dalam jarak dekat atau karena penyebab lainnya. Selain itu, autopsi yang dilakukan juga untuk memastikan apakah ada tindakan fisik sebelum kematian (body contact).

Sehari setelah proses autopsi, Komisiner M. Choirul Anam bersama dengan Koordinator Bidang Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM Endang Sri Meilani, memberikan keterangan pada konferensi pers, langsung dari Timika, Papua, pada Minggu 6 Juni 2021.

Menurut Anam -- sapaan akrab Mohammad Choirul Anam -- hasil autopsi akan diungkap satu sampai dua bulan ke depan karena ada beberapa bagian diambil dan membutuhkan waktu untuk dibuktikan.  Anam menjelaskan bahwa autopsi ini juga melihat dan menguji beberapa bagian dari tubuh dan beberapa benda yang menempel di tubuh yang dilakukan di laboratorium forensik maupun laboratorium saintifik universitas.

Sebelumnya, Komnas HAM pada Keterangan Pers Nomor 046/Humas/KH/XI/2020 menyampaikan bahwa kematian Pendeta Yeremia Zanambani diyakini bukan disebabkan langsung akibat luka di lengan kirinya ataupun luka yang disebabkan tindak kekerasan lainnya. Menurut ahli, penyebab kematian korban karena kehabisan darah yang dilihat dari luka pada tubuh korban yang bukan dititik yang mematikan dan korban masih hidup ±5 - 6 jam pasca ditemukan.

Komnas HAM Apresiasi

Anam mengapresiasi pelaksanaan ekshumasi dan autopsi yang berjalan baik, salah satunya karena dilakukan secara terbuka sehingga masyarakat bisa ikut menyaksikan. Selain itu, proses autopsi juga terkontrol oleh semua lembaga termasuk Komnas HAM. “Memang semangatnya untuk proses ini independen dan bagus. Kami apresiasi Polda Papua, khususnya Polres Intan Jaya,” ucap Anam.

Anam menambahkan bahwa proses ini harus dipandang dan didorong sebagai standar minimal penegakan hukum dan HAM. “Kalau ada peristiwa di Papua, apalagi di pelosok, standarnya harus sama,” kata Anam dengan nada suara tegas.

Endang Sri Meilani menambahkan bahwa proses autopsi dimulai dari penggalian, autopsi hingga penguburan kembali Pendeta Yeremia Zanambani yang memakan waktu 2,5 jam. Pada saat proses tersebut selain Komnas HAM, hadir PGI, Kompolnas, LPSK, kuasa hkum, pendamping korban dan sejumlah masyarakat dari Hitadipa.

Mei menegaskan, “keluarga korban berharap proses penegakan hukum dapat berjalan transparan dan keluarga korban bisa mendapat keadilan.”

Terkait gedung sekolah di Hitadipa yang digunakan sebagai pos sementara Koramil, sebelumnya Komnas HAM merekomendasikan agar gedung sekolah dipulihkan lagi agar bisa digunakan sebagaimana mestinya. Namun kenyataannya selama tujuh bulan ini proses pemulihan itu masih belum selesai.

“Kami berharap hal ini menjadi atensi panglima TNI, Menkopolhukam, termasuk presiden. Meletakkan kasus Papua ini salah satunya yang penting adalah dengan memperhatikan hak anak. Karena tanpa pendidikan yang baik, jangan berharap permasalahan Papua dapat diselesaikan dengan damai. Hak anak yang baik salah satunya adalah menyediakan pendidikan yang baik dan sehat,” ucap Anam.

Komnas HAM menghadiri undangan dari Polres Intan Jaya untuk menyaksikan proses ekshumasi dan autopsi pada Sabtu, 5 Juni 2021. Autopsi ini merupakan bagian pelaksanaan salah satu rekomendasi Komnas HAM kepada Presiden RI dalam kasus tewasnya Pendeta Yeremia Zanambani.


Penulis: Utari Putri

Editor: Liza Yolanda



Short link