Kabar Latuharhary

Komnas HAM Mediasi Kasus Lahan Orang Rimba Hitam-Hulu

Sarolangun-Sengketa lahan di kawasan tinggal masyarakat adat Orang Rimba Hitam-Hulu, Kabupaten Sarolangun, Jambi menjadi perhatian Komnas HAM RI. Langkah mediasi antara berbagai pihak sebagai upaya menemukan solusi bersama.

Selama tiga hari, pada 9-11 Juni 2021, Komnas HAM RI mengagendakan pertemuan koordinasi penanganan sengketa lahan antara Masyarakat Adat Orang Rimba Hitam-Ulu dan PT Sari Aditya Loka (SAL) tentang dugaan hilangnya sumber penghidupan dan tempat tinggal masyarakat adat. Komnas HAM RI juga berkoordinasi dengan Wakil Menteri Agraria dan Tata Ruang/BPN RI, Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI, Wakil Ketua Komite I DPD RI, Deputi II Kantor Staf Presiden RI dan Bupati Sarolangun, dan Pj. Gubernur Jambi.

Pada pertemuan hari pertama, Komisioner Pengkajian dan Penelitian Komnas HAM RI Sandra Moniaga mengungkapkan tujuan  memediasi agar para pihak mendapatkan solusi terbaik bagi pemenuhan hak masyarakat adat maupun penyelarasan dengan komitmen korporasi, PT SAL.

Hari berikutnya, Komnas HAM bertemu Bupati Sarolangun bersama Wamen ATR/BPN, Deputi II KSP dan Wakil Ketua Komite 2 DPD RI. Pada pertemuan tersebut membahas alternatif penyelesaian berkaitan dgn kebutuhan penyediaan lahan untuk ruang hidup Masyarakat Adat Orang Rimba/Suku Anak Dalam (SAD) Hitam-Ulu/Air Hitam dan alternatif penyelesaian berkaitan dengan hak-hak dasar SAD.
Selanjutnya Melakukan  pertemuan terpisah dengan PT SAL sebagai tindak lanjut.

"Kita masih menggali alternatif solusi-solusi yg untuk ditawarkan kepada masyarakat adat dan PT SAL karena demikian proses mediasi dijalankan sebagai tindak lanjut atas pengaduan yang telah kami terima sejak 2019," terang Sandra.

Proses mediasi kali ini agak panjang, menurutnya, karena harus mendengarkan dari kedua pihak dan pihak terkait lainnya serta agak terhambat pandemi Covid-19. Namun, Sandra menjamin Komnas HAM RI berusaha memfasilitasi hingga tercapai kata sepakat.

Pada hari terakhir, Komisioner Sandra Moniaga didampingi Tim Mediasi serta Tim TUPHP melakukan Rapat Koordinasi bersama Pemerintah Provinsi, Kantor Wilayah Jambi, Kantah Sarolangun, dan Merangin di Rumah Dinas Gubernur Jambi, Jumat (11/6/2021). Pertemuan ini dihadiri oleh Wakil Menteri ATR/BPN Surya Tjandra, Pj. Gubernur Jambi Hari Nur Cahya Murni, Wakil Bupati Sarolangun Pahrul Rozi, Wakil Bupati Merangin H. Mashuri, Wakil Ketua Komite I DPD RI Fernando Sinaga, Deputi II KSP Abetnego Panca Putra Tarigan beserta jajarannya.

"Kita lagi mencoba mengajak perusahaan (PT SAL) untuk melihat persoalan lebih baik. Kami sangat berharap dukunga  semua pihak untuk mengutamakan hak asasi terutama hak untuk hidup yang tidak bisa dikurangi," terang Sandra.


KSP, jelasnya, juga mendorong untuk pemenuhan identitas untuk Orang Rimba. Sandra  mendukung pemberian identitas demi pemenuhan administrasi serta pemenuhan hak sebagai warga negara Indonesia.

Perwakilan Masyarakat Adat Suku Anak Dalam meminta pengembalian lahan penghidupan mereka yang telah menjadi konsesi PT SAL. Pada tahun 2017, PT SAL bersama Warsi dan Daemeter telah
melakukan survei untuk verifikasi bersama data demografi keluarga Orang Rimba yang berada di sekitar PT SAL. Hasil verifikasi  menunjukkan terdapat 217 Kepala Keluarga dan 898 jiwa. Dari data tersebut, terdapat sekitar 124 KK dan 478 jiwa yang tinggal di luar kawasan Taman Nasional Bukit Dua Belas (TNBD).
 
Keberadaan PT SAL di wilayah Sarolangun karena permintaan Pemerintah untuk membantu program Perkebunan Inti Rakyat-Trans yang dimulai pada 1987 melalui pemberian izin Hak Guna Usaha (HGU). Berdasarkan Pasal 28 ayat 1 Undang – Undang Pokok Agraria Nomor 5  Tahun 1960, HGU adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh Negara, dalam jangka waktu tertentu, guna perusahaan pertanian, perikanan atau peternakan. Maka, kewenangan terhadap lahan HGU tersebut ada di tangan negara.

Hutan sebagai ruang hidup bagi sebagian Orang Rimba di dalam Kawasan Taman Nasional Bukit Dua Belas (TNBD) seluas 54.000 Ha. Saat ini Orang Rimba masih melakukan aktivitas bahkan masih bermukim dalam Kawasan TNBD. Jika Kawasan TNBD tidak mampu menyediakan komoditas yang diperlukan oleh Orang Rimba, maka tentunya sudah tidak ada lagi yang bermukim di wilayah tersebut.

Oleh karena itu PT SAL juga telah menjalin kerja sama dengan Balai  TNBD sejak April 2018 dalam rangka pemberdayaan Orang Rimba di bidang ekonomi, pendidikan dan kesehatan.

Balai TNBD memberikan akses kepada masyarakat adat untuk memanfaatkan areal TNBD sebagai ruang hidup mereka seperti lahan pemukiman dan sumber pendapatan. Hal ini juga telah diperkuat dengan terbitnya Surat Keputusan Dirjen KSDAE Nomor 191/KSDAE/ PIKA/ KSA.0/5/2019 tanggal 20 Mei
2019 tentang zonasi / tata ruang pengelolaan TNBD. (DK/DWS/IW)

Short link