Kabar Latuharhary

Komitmen KuPP Bersama Menteri Kesehatan dalam Penanganan Penyandang Disabilitas Mental atau Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ)


Latuharhary – Komnas HAM RI dan lembaga negara lain yaitu Komnas Perempuan, KPAI, LPSK dan Ombudsman RI yang tergabung dalam Kerja Sama untuk Pencegahan Penyiksaan (KuPP) bersama Kementerian Kesehatan RI menaruh perhatian dan komitmen terhadap penyandang disabilitas mental atau yang disebut Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ), terutama praktik pemasungan, yang termasuk bentuk dari penghukuman atau setidaknya tindakan kejam yang bertentangan dengan UU No. 5 Tahun 1998  tentang Pengesahan Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau Merendahkan Martabat Manusia (UNCAT).

Hal ini mengemuka saat KuPP melakukan diskusi dengan Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin membahas ratifikasi upaya pencegahan penyiksaan di Indonesia khususnya di pelayanan kesehatan rumah sakit jiwa melalui zoom meeting (Rabu, 7/7/2021) yang dihadiri Ketua Komnas HAM RI Ahmad Taufan Damanik, Komisioner Pengkajian & Penelitian Komnas HAM RI selaku Koordinator KuPP Sandra Moniaga, Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani, Komisioner KPAI Rita Pranawati, Wakil Ketua LPSK Maneger Nasution, Anggota Ombudsman RI J Widijantoro, dan Program Manager KuPP Anton Prajasto. Sedangkan jajaran Kementerian Kesehatan RI juga hadir Sekretaris Jenderal Oscar Primadi, Dirjen P2P Kemenkes Maxi Rein Rondonuwu, Direktur Kesehatan Jiwa Siti Khalimah, dan unit kerja terkait.



Ketua Komnas HAM RI Ahmad Taufan Damanik berujar bahwa cakupan dari UNCAT tidak saja rumah tahanan dan Lembaga Pemasyarakatan (LP) namun juga institusi serupa tahanan termasuk yang menyangkut penyandang disabilitas mental atau Orang dengan Gangguan Jiwa (ODGJ), seperti praktik pemasungan dan praktik lain yang dikategorikan sebagai perendahan martabat manusia bahkan termasuk stigma sosial dan labelisasi yang merendahkan martabatnya. Hal ini memerlukan peran aktif Kementerian Kesehatan di level nasional maupun Dinas Kesehatan di daerah.
 
Menyambung hal ini, Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani secara spesifik menyampaikan ulasannya mengenai layanan kesehatan untuk perempuan dengan gangguan kejiwaan, termasuk  minimnya jaminan keamanan, masih berlangsungnya praktik perawatan yang merendahkan martabat perempuan, pemaksaan kontrasepsi dan standar layanan yang masih perlu dibenahi.

Anggota Ombudsman RI J Widijantoro pun sependapat, ia berharap dengan peningkatan standar layanan, para penyandang disabilitas mental atau Orang dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) mendapat layanan kesehatan yang semakin baik. 

Merespons hal ini, Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin, menjelaskan bahwa saat ini Kementerian Kesehatan RI sedang melakukan standarisasi dengan menyusun akreditasi rumah sakit jiwa (RSJ) berdasarkan standar WHO sehingga diharapkan layanan kesehatan terhadap penyandang disabilitas mental atau Orang dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) dapat memenuhi prinsip-prinisip hak asasi manusia dan nilai kemanusiaan. Ia juga prihatin dengan praktik pemasungan dan sedang berkerja untuk menangani persoalan tersebut.

Tak hanya itu, ia juga menyampaikan upaya perlindungan  penyandang disabilitas mental atau Orang dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) dari ancaman virus Covid-19 dengan menggiatkan vaksinasi terhadap pasien di rumah sakit jiwa, yang baru-baru ini dilakukan rumah sakit jiwa di wilayah Bogor.

Komisioner Pengkajian & Penelitian Komnas HAM RI yang merupakan Koordinator KuPP Sandra Moniaga menyambut baik langkah Kementerian Kesehatan RI yang sedang menyusun akreditasi RSJ yang sesuai dengan standar WHO dan mengusulkan upaya progresif bersama untuk hal ini, dengan turut andil dalam penelaahannya.

“Concern kita sama, selain perawatan kesehatan jiwanya juga mengedepankan aspek kemanusiaan,” ujar Taufan menyambung diskusi.

Pada pertemuan daring ini, Taufan Damanik juga mengutarakan persoalan layanan kesehatan bagi para tahanan  yaitu warga binaan, tersangka, juga terpidana titipan Kejaksaan di rutan-rutan kepolisian serta andikpas maupun lembaga pemasyarakatan dan juga menjelaskan pada Menteri Kesehatan RI mengenai gagasan ratifikasi OpCAT. Hal ini agar agar menjadi perhatian sekaligus meminta dukungan Kementerian Kesehatan.

Selain itu,  Rita Pranawati, Komisioner KPAI, meminta perhatian khusus soal jaminan kesehatan untuk anak yang sedang berhadapan dengan hukum di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) dan anak penyandang disabilitas mental. Ia berharap ada upaya preventif mengingat jumlah penyandang disabilitas anak mengalami peningkatan. Sedangkan Wakil Ketua LPSK Maneger Nasution mengemukakan optimalisasi BPJS bagi korban tindak pidana.

Kelima Lembaga negara ini membangun koalisi yang tujuannya mencegah dengan lebih jauh ingin menghapus tindakan penyiksaan dan perendahan martabat yang sebetulnya dalam sistem hukum Indonesia sudah masuk dalam berbagai Undang-Undang antara lain UU mengenai hak asasi manusia, pelindungan anak dan juga dalam SOP kepolisian maupun militer.

“Program KuPP ini berbeda dengan program masing-masing Lembaga di dalamnya. Misalnya Komnas HAM RI memiliki program pemantauan kasus secara regular, begitu juga Komnas Perempuan, KPAI dan lainnya. Namun KuPP fokus pada pembenahan sistem bekerja sama konstruktif dengan institusi terkait,” jelas Taufan.(AAP/SNF/AS/ATD)

Short link