Kabar Latuharhary

Diskriminasi Merusak Soliditas Masyarakat

Kabar Latuharhary – Komnas HAM meminta agar tidak terjadi diskriminasi dalam penanganan Covid-19. “Dalam penanganan Covid-19, baik untuk penyediaan rumah sakit, pelayanan tenaga kesehatan, sampai aspek pemberian bantuan sosial jangan sampai ada diskriminasi. Hal ini penting karena diskriminasi itu akan merusak banyak hal termasuk soliditas masyarakat,” kata Mimin Dwi Hartono Plt. Kepala Biro Dukungan Pemajuan HAM Komnas HAM dalam acara diskusi interaktif dengan tema “Priority for Majority” yang diselenggarakan secara daring oleh Himpunan Mahasiswa Administrasi Niaga Politeknik Negeri, Bandung, Sabtu, 10 Juli 2021.

Isu diskriminasi dalam penanganan pandemi Covid-19 pernah disampaikan Komnas HAM dalam rekomendasi kebijakan yang disampaikan pada 30 Maret 2020. Pada rekomendasinya kepada Presiden Joko Widodo, Komnas HAM meminta agar tidak boleh ada diskriminasi dalam penanganan pandemi Covid-19, baik aspek sipil, politik, ekonomi, sosial, dan budaya.

Selain membahas diskriminasi dalam penanganan Covid-19, Mimin juga menyampaikan tentang sejarah panjang diskriminasi dan menyampaikan materi yang ada dalam Standar Norma dan Pengaturan tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis.

Mimin – sapaan Mimin Dwi Hartono – mengatakan bahwa isu diskriminasi sudah ada sejak zaman penjajahan kolonial Belanda. Melalui perusahaan dagang Persatuan Perusahaan Hindia Timur (bahasa Belanda : Vereenigde Oostindische Compagnie/VOC), Belanda melakukan eksploitasi dan perampasan terhadap sumber daya alam dan kemerdekaan serta kebebasan bangsa Indonesia.

“Diskriminasi dijadikan sebagai alat untuk menguasai Indonesia. VOC memecah belah dan mendiskriminasi masyarakat Indonesia. Mereka menyebut masyarakat pribumi sebagai inlander (jajahan) karena mereka merasa memiliki ras yang lebih tinggi,” ucap Mimin.

Sejalan dengan hal tersebut, pada peristiwa kerusuhan Mei 1998, juga muncul isu diskriminasi yang menyasar kelompok/etnis tertentu. Diskriminasi kemudian memunculkan adanya korban tindak pemerkosaan, pembunuhan dan tindak kekerasan lainnya. Menurut penyelidikan Komnas HAM yang disampaikan Mimin, diskriminasi digunakan sebagai alat untuk melakukan tindakan kekerasan, kerusuhan, hingga memecah belah masyarakat.
 
Mimin melanjutkan, di Indonesia hingga saat ini isu diskriminasi masih banyak terjadi di dalam konteks politik, sosial, budaya dan sebagainya. Walaupun eskalasinya tidak separah masa lalu, diskriminasi masih terus berlangsung serta mampu menimbulkan konflik, kerusuhan dan menjadi ancaman bagi persatuan di Indonesia. Diskriminasi menjadi bagian penting hingga kini, seperti digambarkan Mimin dalam peristiwa yang terjadi di Ambon, Poso, Kalimantan Barat, dan Papua.

Dalam konteks hal tersebut, peran mahasiswa sebagai agent of change (agen/aktor perubahan) menjadi penting dalam memberantas diskriminasi. “Menurut saya diperlukan adanya proses dan pendidikan terus menerus, misalnya dengan menciptakan ruang dialog, membangun diskusi publik, dan sebagainya. Di sini mahasiswa berperan penting untuk mengedukasi masyarakat demi menciptakan kondisi yang kondusif untuk pemenuhan HAM, terutama untuk menghilangkan berbagai bentuk tindakan diskriminatif di negeri yang menjunjung tinggi semboyan Bhinneka Tunggal Ika,” kata Mimin.

 
Penulis: Niken Sitoresmi.
Editor: Rusman Widodo.
Short link