Kabar Latuharhary

Jelang Pelaporan CEDAW, Komnas HAM RI Kritisi Isu Krusial Perempuan


Latuharhary - Pemerintah Indonesia telah meratifikasi 10 instrumen HAM internasional, salah satunya Konvensi mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Wanita (Konvensi CEDAW) melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Wanita.

Berdasarkan hal tersebut, Pemerintah Indonesia berkewajiban untuk mengimplementasikan CEDAW serta menyampaikan laporan periodik atas perkembangan pelaksanaannya ke Komite CEDAW PBB setiap empat tahun sekali. 

Pada 2019, Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dan Kementerian Luar Negeri telah menyerahkan laporan implementasi CEDAW ke-8. Laporan tersebut akan dibahas pada Dialog Konstruktif Pemerintah RI dengan Komite CEDAW pada 28-29 Oktober 2021 mendatang.

Menjelang pembahasan, Ketua Komnas HAM RI Ahmad Taufan Damanik berpartisipasi sebagai Anggota Komite CEDAW dalam Mock Session Dialog Konstruktif Komite CEDAW yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Hak Asasi Manusia Kementerian Hukum & HAM RI secara hybrid, Kamis (9/9/2021). 

Taufan menggarisbawahi upaya perlindungan terhadap kesehatan perempuan dan anak pada masa pandemi Covid-19. Ia mengaitkannya dengan data statistik kehamilan dan layanan kesehatan reproduksi selama pandemi. Isu lainnya terkait upaya untuk mengeliminasi sunat perempuan.

Siti Ruhaini, Tenaga Ahli Deputi V Kantor Staf Presiden ikut menjelaskan bahwa pemerintah telah mendorong lahirnya protokol-protokol pencegahan melalui Satgas Covid-19.  Soal eliminasi sunat perempuan, menurutnya, menjadi salah satu yang menjadi perhatian pemerintah. “Dengan masyarakat Indonesia yang sangat heterogen, kaya akan tradisi, budaya, kami terus melakukan edukasi, juga melalui regulasi agar para tenaga kesehatan dapat mengeliminasi sunat perempuan ini,” jelasnya.

Direktur Kesehatan Keluarga Kementerian Kesehatan RI dr. Erna Mulati, MSc-CMFM turut menangapi isu pencegahan sunat perempuan. Praktik sunat perempuan masih eksis, jelasnya, karena berkaitan dengan budaya. Untuk hal ini, pihaknya melakukan upaya sosialisasi dengan melibatkan tokoh ulama. Ia juga menjelaskan upaya untuk menyadarkan masyarakat salah satunya melalui konseling antenatal care. Kondisi ini dipersulit dengan adanya praktik yang dilakukan pihak non medis. 

“Hal ini menjadi tantangan berat dan kerja keras bersama dengan peran kita masing-masing,” ungkap Erna.

Taufan kembali menggali mengenai pemberdayaan perempuan Indonesia. “Langkah apa yang telah diambil bagi perempuan untuk bidang ekonomi, literasi, serta isu-isu lain yang berkaitan dengan perempuan serta apa program atau kebijakan peraturan bagi perempuan di daerah terpencil?” ujar Taufan.

Ruhaini merespons jika pemerintah melakukan serangkaian upaya literasi untuk masyarakat terutama perempuan di bawah koordinasi Kementerian Komunikasi dan Informatika sebagai bagian dari hal yang akan dilakukan untuk memberi edukasi terutama perempuan melek terhadap teknologi dan informasi. 

Mock session dialog ini juga dihadiri oleh  Menteri PPPA I Gusti Ayu Bintang Darmawati sebagai Ketua Delegasi RI, Ahli Bidang Hak Perempuan dan Ketua Komite dalam Dialog CEDAW Sri Danti Anwar, Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani Dirjen HAM Kemenkumham Mualimin Abdi, Direktur HAM dan Kemanusiaan Kemenlu Achsanul Habib, Komite CEDAW Rosario G. Manalo, OHCHR-SEA Arnaud Chaltin, dan beberapa pihak lainnya. (AAP/IW)
Short link