Kabar Latuharhary

Komnas HAM Siap Mediasi Konflik Agraria Sektor Pariwisata

Latuharhary-Konflik akibat pengembangan wilayah untuk pembangunan fasilitas pariwisata berpotensi menimbulkan konflik agraria atas pengalihfungsian lahan. 

Kondisi tersebut muncul seiring implementasi program prioritas pembangunan Kabinet Kerja 2015-2019 yang menargetkan jumlah kunjungan wisatawan mencapai 20 juta turis asing pada 2019. Untuk mencapai target tersebut pemerintah memprioritaskan pengembangan 10 Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) atau "10 New Bali".  

Komnas HAM RI melihat hal tersebut sebagai sumber potensi konflik yang berujung pada terjadinya dugaan pelanggaran hak asasi manusia yang berbasis agraria terhadap isu Pembangunan Kepariwisataan Nasional.



“Mediasi adalah proses pendamaian kedua pihak. Perspektif yang ingin dibangun adalah bagaimana aspek HAM menjadi sesuatu yang mutlak,” kata Komisioner Mediasi Komnas HAM RI Hairansyah ketika membuka kegiatan FGD Peran Mediasi HAM dalam Penanganan Kasus Dugaan Pelanggaran HAM Konflik dan Sengketa Agraria pada Sektor Pariwisata, Senin (1/11/2021)

Aduan dari masyarakat terkait sektor pariwisata menjadi perhatian Komnas HAM RI. Cara penyelesaian yang ditawarkan kepada pihak pengadu dan teradu melalui pemantauan dan mediasi. 

“Dari bentuk kasus yang ada di konflik pertanahan ini memang cukup tinggi, baik yang masuk ke pemantauan dan mediasi, perlu mendapat perhatian utama,” tegas Hairansyah.

Rata-rata kasus yang diadukan ke Komnas HAM sudah bergulir di ranah pengadilan, namun masyarakat maaih merasa belum mendapatkan rasa keadilan. Pengadu pun pada umumnya berada dalam posisi yang lemah, baik secara politik, ekonomi, sosial, dan lainnya. 

Menilik hal-hal tadi, Hairansyah menilai bahwa konflik lahan dan tanah yang  terkait dengan infrastruktur pariwisata perlu diantisipasi sejak awal. Sebelum ada pembangunan  pariwisata, di beberapa tempat sudah ada konflik-konflik terdahulu yang belum selesai permasalahannya. Idealnya, pelaku pembangunan sudah mempersiapkan penyelesaian konfliknya.

 “Yang harus diperhatikan adalah bagaimana kebutuhan dan kondisi masyarakat disekitar itu, kemungkinan permasalahan terkait sengketa yang akan mungkin bisa timbul,” tutur Hairansyah.

Ia berharap paska pelaksanaan FGD, kasus-kasus mediasi bisa ditangani tidak per kasus, tetapi tercipta suatu pola penyelesaian yang baik. Hasil diskusi ini nantinya akan menjadi catatan-catatan yang bisa dibawa pada Pertemuan Konsultasi Nasional (Konsulnas)vsehingga konflik tidak bermunculan Kembali dan pembangunan dapat berjalan dengan lancar.  

Terkait dengan tugas dan wewenang Komnas HAM, Konsulnas merupakan salah satu mekanisme penanganan kasus di Komnas HAM yang diatur dalam Undang-undang. Konsulnas ini menjadi bentuk penyelesaian kasus-kasus yang di duga merupakan pelanggaran HAM dengan mengundang para pihak terkait untuk mendiskusikan topik-topik tertentu. Tahun ini, Konsulnas merupakan ketiga kalinya akan dilaksanakan oleh Komnas HAM RI. 

Dalam kegiatan ini turut hadir Kepala Biro Dukungan Penegakan HAM Gatot Ristanto, Koordinator Bidang Mediasi Asri Oktavianty Wahono, Koordinator Bidang Dukungan Pemantauan dan Penyelidikan Endang Sri Melani, Koordinator Sub Bidang Rencana Mediasi Eri Riefika, serta tim Mediasi terkait.

Hadir pula sebagai narasumber eksternal dalam kegiatan, yaitu Kepala Dinas Pariwisata Lombok Tengah Lendek Jayadi, Analis Data Direktorat Industri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Kementerian PPN/Bappenas M. Fikri Masteriarsa, dan Direktur Badan Otorita Pariwisata Labuan Bajo Flores Shana Fatina. Pada sesi II, narasumber terdiri dari Perwakilan Elsam Andi Muttaqien, KSPPM Delima Silalahi, dan Dosen IPB Prof. Hariadi. (SP/IW). 

Short link