Kabar Latuharhary

Festival HAM untuk Mendorong Pemerintah Menjalankan Amanah Konstitusional

Kabar Latuharhary – Pengarusutamaan hak asasi manusia (HAM) di Indonesia telah terjadi peningkatan, namun di sisi lain dari data pengaduan Komnas HAM, masih banyak terjadi kasus-kasus pelanggaran terhadap HAM. “Negara terutama pemerintah perlu didorong untuk menjalankan amanah konstitusional, terutama dalam pelindungan, penegakan, pemajuan, dan penghormatan terhadap HAM,” kata Komisioner Mediasi Komnas HAM Hairansyah dalam Dialog Publik sebagai rangkaian kegiatan Festival HAM 2021 yang disiarkan secara live oleh TVRI Semarang, Jawa Tengah, Selasa 16 November 2021.

Lebih lanjut Hairansyah menyatakan kegiatan Festival HAM 2021 merupakan upaya Komnas HAM untuk mengarusutamakan nilai-nilai HAM kepada pemerintah daerah atau tingkat lokal.  “Hari ini sampai dengan tanggal 19 November 2021, kita bikin di kota Semarang apa yang disebut dengan Festival HAM,” ucap Hairansyah. Festival HAM (FH) merupakan kerja sama antara Komnas HAM, Kantor Staf Presiden (KSP) dan International NGO Forum on Indonesian Development (INFID). FH sudah dilaksanakan 7 kali, di antaranya pernah diselenggarakan di Banjarmasin, Jember, dan Wonosobo.

Tujuan FH 2021 dengan tema Bergerak Bersama Memperkuat Kebinekaan, Inklusi, dan Resiliensi yaitu: memperkuat dan memperluas jaringan kerja dalam mengimplementasikan human rights cities di Indonesia; mengidentifikasi praktik-praktik baik dan pembelajaran yang diperoleh dalam pelaksanaan human rights cities di Indonesia; merumuskan agenda bersama untuk menyempurnakan pelaksanaan human rights cities di Indonesia serta memperkuat kerja sama di tingkat lokal maupun internasional; menjadikan ruang dialog yang mempertemukan gagasan, pengetahuan, dan pengalaman terkait dengan pemenuhan dan penegakan HAM di Indonesia terutama di setiap daerah; serta merajut keragaman, mengukuhkan kebangsaan, hal ini mengingat begitu pentingnya menjaga dan menghargai keragaman dalam kehidupan bangsa dan negara; serta memanusiakan setiap manusia sebagaimana seseorang wajib dihargai dan dihormati sebagai manusia yang seutuhnya. “Itu menurut saya menjadi bagian-bagian penting untuk selalu diingatkan. Jadi, kenapa FH juga rutin dilaksanakan, itu bagian dari mengingatkan kembali agenda-agenda besar yang seharusnya dilakukan sebagai kewajiban konstitusional tadi,” ujar Hairansyah.

Selanjutnya Hairansyah menyatakan bahwa dari setiap periode pemerintahan yang terjadi di Indonesia telah terjadi peningkatan pengarusutamaan HAM. “Itu harus kita apresiasi, dan catat. Walaupun demikian, ternyata masih banyak terjadi kasus-kasus terkait dengan pelanggaran HAM,” kata Hairansyah.

Hairansyah kemudian menjelaskan terkait penyelesaian kasus pelanggaran HAM yang berat masa lalu yang sampai saat ini belum terselesaikan. “Terdapat kurang lebih 14 berkas pelanggaran HAM yang berat. Sampai sekarang masih ada di Komnas HAM, bolak balik antara Komnas HAM dan kejaksaan agung sebagai penyidik,” ujar Hairansyah.

Selain itu, banyak pula pengaduan soal HAM lainnya yang masuk ke Komnas HAM. Antara lain terkait hak atas keadilan, hak atas kesejahteraan, agraria/pertanahan, ketenagakerjaan, serta yang terkait dengan profesionalitas aparat penegak hukum.

Lebih spesifik, Hairansyah kemudian memaparkan data pengaduan pelanggaran HAM untuk Provinsi Jawa Tengah dan Semarang khususnya. “Paling tidak ada beberapa provinsi yang cukup besar setiap bulannya yang masuk pengaduan ke Komnas HAM. Paling besar, pertama itu biasanya DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa Timur. Tiga besar di dalamnya juga biasanya Jawa Tengah masuk. Jadi, kalau dilihat untuk Provinsi Jawa Tengah sendiri, sejak 2019 itu, ada 141 kasus, 2020 ada 124 kasus, dan 2021 sampai September kemarin, ada 120 kasus,” kata Hairansyah. Untuk kota Semarang, Hairansyah menjelaskan dari data pengaduan terkait pelanggaran HAM yang masuk ke Komnas HAM, tahun 2019 ada 17 kasus, tahun 2020 ada 27 kasus, dan sampai September 2021 ada 10 kasus.

Menilik aktor pelaku terkait kasus-kasus pelanggaran HAM tersebut, Hairansyah menjelaskan paling tidak ada tiga aktor pelaku yang paling banyak diadukan. Pertama kepolisian, kedua pemerintah daerah, dan ketiga adalah korporasi. Terhadap ketiga aktor pelaku tersebut, Hairansyah mengungkapkan bahwa Komnas HAM sudah melakukan berbagai upaya intervensi.

“Misalkan kepolisian, kita sudah kerja sama dengan Divkum Mabes Polri (Divisi Hukum Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia) melakukan pelatihan polisi berbasis HAM. Demikian juga Sabhara (Satuan Samapta Bhayangkara), Brigade Mobil (Brimob) itu kita juga ada pelatihan, juga sampai ke Kapolda-Kapolda (Kepala Kepolisian Daerah),” tutur Hairansyah.

Tak lupa Hairansyah mengingatkan dan mengajak masyarakat untuk terus memperjuangkan hak-haknya. “Kalau kita lihat di Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945), kewajiban pelindungan, penegakan, pemajuan, dan penghormatan terhadap HAM itu menjadi kewajiban negara, terutama pemerintah. Tetapi, disisi lain, sebenarnya ini suatu hak yang memang harus diperjuangkan. Masyarakat jangan berhenti untuk memperjuangkan haknya. Jangan hanya menunggu dipenuhi oleh negara, tetapi dia harus berusaha mengambil hak nya tadi,” tutur Hairansyah. Hal tersebut tentunya harus dibarengi juga dengan upaya lain, misalnya membangun kebersamaan, mengembangkan toleransi antara warga masyarakat dan meningkatkan pemahaman tentang HAM.

“Terakhir, penegakan hukum yang adil bagi semua menjadi bagian penting dalam memastikan bahwa setiap pelanggaran HAM harus diselesaikan dengan sungguh-sungguh oleh negara. Karena kalau tidak, akan terus berlarut-larut dan menjadi bahaya laten yang akan berkepanjangan bagi masyarakat dan bangsa ke depan,” tutur Hairansyah.

Penulis : Niken Sitoresmi. 

Editor: Rusman Widodo.

 

Short link