Kabar Latuharhary

Komnas HAM RI: Menghindari Konflik untuk Membangun Kemanusiaan yang Lebih Bermartabat


Semarang - Pembangunan rumah ibadah serta penganut kepercayaan menjadi isu krusial di Indonesia karena berpotensi memicu intoleransi dan aksi kekerasan. 


Komnas HAM RI menerima pengaduan dari kelompok marjinal seperti Ahmadiyah, Syiah, dan kelompok lainnya terkait persoalan pembangunan rumah ibadah. Hal ini disebut Ketua Komnas HAM RI Ahmad Taufan Damanik dalam salah satu kegiatan Festival HAM 2021: Pleno “Merawat Kebinekaan Melalui Moderasi Agama dalam Perspektif HAM” yang diselenggarakan secara hybrid, Rabu (17/11/2021).


 “Ketika dahulu hal ini seakan tidak menjadi persoalan namun hari demi hari, terjadi segregasi dan garis demarkasi satu sama lain semakin terlihat bahkan dalam satu agama beda tafsir menjadi ketegangan yang pada ujungnya kerap ada kekerasan,” ungkap Taufan.


Jika merujuk pada konstitusi serta kovenan hak sipil dan politik, dan  instrumen HAM internasional yang sudah diratifikasi,  setiap orang mesti dihormati kebebasannya untuk memilih agama dan keyakinannya karena termasuk hak asasi yang tidak bisa dikurangi dalam bentuk apapun. 


Terkait persoalan kebebasan beragama dan berkeyakinan, Komnas HAM RI telah melakukan pemantauan lapangan ke beberapa daerah, di antaranya Nusa Tenggara Barat, Kabupaten Sintang Kalimantan Barat,  dan Aceh Singkil. 


“Inilah persoalan yang mendorong Komnas HAM RI mengeluarkan Standar, Norma dan Pengaturan Hak Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan. Kita coba jabarkan konstitusi kita, instrument-instrumen HAM. Bagaimana harusnya kita sebagai manusia yang berbangsa dan bernegara memperlakukan penghormatan kebebasan beragama dan perbedaan itu. Semua pihak harus mau mendialogkan, mendengarkan, mengedapankan nalar kita, mendewasakan cara kita berpikir. Kemauan kita untuk memahami kalau ada yang berbeda silakan saja, yang paling penting adalah amanat kita dalam membangun kemanusiaan. Moderasi seperti inilah yang dibutuhkan dalam rangka berbangsa bernegara yang sama, berhubungan dengan sesame manusia untuk hormat menghormati, sehingga bukan saja melahirkan kemauan, tapi juga kemauan untuk membangun masyarakatnya, bangsanya,” jelas Taufan.


Kalau terus menerus perbedaan yang dikedepankan, Taufan mencermati hal ini tidak akan menjawab tantangan jaman dan membangun masa depan. “Menghindari konflik adalah jalan membangun kemanusiaan yang lebih bermartabat. Namun apabila kita memelihara konflik apalagi perang, hal ini malah membunuh kemanusiaan itu sendiri,” ujar Taufan. 


Perwakilan Majelis Rohani Baha'i Indonesia Najib Khaidar ikut mengutarakan bahwa dengan memahami tujuan dasar daripada agama dan hakikat agama yang sejatinya maka dengan sendirinya moderasi beragama akan terbangun. 


Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi ikut mengisahkan praktik baik dalam bagaimana terbangunnya moderasi beragama di Kota Semarang adalah dengan mendorong komunitas kecil menjadi komunitas besar. “Sekarang sudah tidak ada lagi istilah mayoritas dan minoritas. Saya bicara kepada masyarakat bahwa Kota Semarang butuh kalian semuanya. Kita ini tidak membicarakan mayoritas dan minoritas dalam membangun negara namun kita bicara satu keluarga sedulur warga negara Indonesia dan kita support kegiatan mereka misal Festival Ogoh-Ogoh,” ujarnya. (AAP/IW)
Short link