Kabar Latuharhary

Hukuman Mati Bertentangan dengan Prinsip dan Nilai HAM

Kabar Latuharhary - Wacana penerapan hukuman mati bagi para koruptor yang disampaikan oleh Presiden Joko Widodo belakangan ini menuai pro kontra di kalangan masyarakat. Sebelumnya, Presiden Joko Widodo menyebut bahwa hal tersebut dapat dilakukan jika merupakan kehendak masyarakat.

Komisioner Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM, M. Choirul Anam, saat menjadi narasumber dalam Webinar Nasional bertajuk Penerapan Hukuman Mati terhadap Koruptor: Menegakkan Keadilan namun Melanggar Kemanusiaan?, menyampaikan bahwa wacana hukuman mati selalu menjadi salah satu isu penting dalam politik hak asasi manusia yang bersinggungan dengan berbagai isu yang ada. “Kalau ditanya kepada kami, Komnas HAM atau berbagai aktivis hak asasi manusia, (hukuman mati) pasti ini bertentangan dengan prinsip-prinsip dan nilai-nilai hak asasi manusia,” tegas Anam.

Dalam Webinar yang dilaksanakan oleh Brawijaya Moot Court Community Fakultas Hukum Universitas Brawijaya secara daring pada Rabu, 24 November 2021, ini Anam pun mempertanyakan efektivitas penerapan hukuman mati dalam menghentikan korupsi. “Apakah iya hukuman mati bisa menghentikan tindak pidana korupsi? Buktinya tidak terjawab,” ujar Anam.

Melihat China sebagai salah satu negara yang menerapkan hukuman mati, Anam menyampaikan bahwa di sana pun selama 3 (tiga) tahun terakhir ini juga masih ada korupsi. “Jadi ada apa soal korupsi dan hukuman mati? Sebenarnya tidak ada apa-apa kecuali memang untuk kepentingan politik praktis semata-mata. “Memberantas korupsi itu bukan dengan hukuman mati, tapi memastikan bahwa setiap proses tata kelola negara ini dilakukan dengan transparan dan akuntabel,” tegas Anam.


Di Indonesia, hukuman mati bagi koruptor diatur dalam Pasal 2 Ayat (2) Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) : "Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan.” Menanggapinya, menurut Anam apabila secara legal normatif masih ada pasal tentang hukuman mati, hal itu tidak perlu diterapkan. “Kalau mengubah Undang-Undangnya susah, ya tidak usah kita terapkan itu hukuman matinya. Tapi kita pastikan tata kelola negara ini baik,” jelasnya.

Ketika disinggung mengenai tata kelola negara yang baik, Anam menjelaskannya secara lebih lanjut dimulai dari hal yang paling sederhana untuk memerangi korupsi. Pertama, semua penganggaran negara sampai level yang paling rendah, dibuka kepada publik. Sehingga publik ikut mengawasi secara langsung. Kedua, transaksi tunai dibatasi sehingga pertanggungjawaban mudah dilacak. Ketiga, soal perizinan harus jelas, pembiayaan, dan waktunya. Termasuk budaya di kalangan pejabat yaitu pembatasan penggunaan anggaran publik untuk kepentingan pribadi. “Tindakan-tindakan sederhana ini kalau bisa kita lakukan itu akan berkontribusi baik,” jelasnya.

Lebih lanjut Anam menyampaikan bahwa hukuman mati jelas melanggar hak asasi manusia dan juga konstitusi. Secara normatif, hukuman mati melanggar hak hidup yang seharusnya dilindungi, bahkan tidak bisa dikurangi dalam bentuk apapun dan oleh siapa pun. Secara esensial, hukuman mati tidak menjawab apapun.


Penulis : Utari Putri Wardanti

Editor  : Sri Rahayu

Short link