Kabar Latuharhary

Mengkaji Hak atas Pendidikan Bagi Penyandang Disabilitas

Kabar Latuharhary – Hak atas pendidikan merupakan hak asasi manusia yang harus diperoleh bagi seluruh lapisan masyarakat, tidak terkecuali bagi penyandang disabilitas. Pada pasal 10 Undang-undang No.8 tahun 2016 tentang penyandang disabilitas, disebutkan bahwa hak pendidikan untuk penyandang disabilitas meliputi a. hak mendapatkan pendidikan yang bermutu pada satuan pendidikan di semua jenis, jalur, dan jenjang pendidikan secara inklusif dan khusus, b. mempunyai kesamaan kesempatan untuk menjadi pendidik atau tenaga kependidikan pada satuan pendidikan di semua jenis, jalur, dan jenjang pendidikan, c. mempunyai kesamaan kesempatan sebagai penyelenggara pendidikan yang bermutu pada satuan pendidikan di semua jenis, jalur, dan jenjang pendidikan, dan d. mendapatkan akomodasi yang Layak sebagai peserta didik.

Terkait hal tersebut, Komnas HAM RI melalui Bagian Dukungan Pengkajian dan Penelitian menyelenggarakan Diskusi Ahli dengan tema “Hak atas Pendidikan Peserta Didik Penyandang Disabilitas di Masa Pandemi Covid-19” yang digelar secara daring, pada Rabu (17/03/2021).

Mengawali diskusi kali ini, Komisioner Pengkajian dan Penelitian, Sandrayati Moniaga menjelaskan bahwa pada tahun 2020 lalu, Komnas HAM telah melakukan berbagai pengkajian. Beberapa diantaranya, menyusun Standar Norma dan Pengaturan (SNP) terkait Hak atas Kesehatan, mengkaji terkait kebijakan dan tata kelola pemerintah mengenai Covid-19, serta survey mengenai hak atas kesehatan. Dalam prosesnya, tahun 2021 Komnas HAM melihat adanya kebutuhan untuk melakukan pendalaman isu terkait hak atas pendidikan.

“Untuk memenuhi kebutuhan pengetahuan dan informasi dalam pembuatan kebijakan, Komnas HAM melihat bahwa hak atas pendidikan bagi peserta didik penyandang disabilitas belum banyak yang melakukan pengkajian. Kalau pendidikan secara umum sudah cukup banyak, oleh karena itu kami fokus kesitu,” ucap Sandra.



Senada dengan Sandra, Peneliti Komnas HAM RI, Yeni Rosdianti menyampaikan sebelum membuat rancangan penelitian, anggota tim sebelumnya telah melakukan riset terkait penelitian-penelitian terdahulu yang dilakukan selama kurun waktu satu tahun. Dalam hal ini, pengkajian yang dilakukan secara nasional maupun internasional sudah cukup banyak terkait hak atas pendidikan secara umum bagi peserta didik. Sementara itu, pengkajian terkait hak atas pendidikan bagi penyandang disabilitas masih kurang banyak.

“Komnas HAM juga banyak memberikan fokus terhadap kelompok rentan, maka penyandang disabilitas diambil sebagai fokus dalam penelitian kita saat ini. Untuk melihat sejauh mana pemenuhan dan pelindungan hak atas pendidikan bagi para penyandang disabilitas, khususnya di Indonesia,” ungkap Yeni.

Yeni menjelaskan latar belakang pembuatan rancangan penelitian pemenuhan dan perlindungan hak atas pendidikan bagi peserta didik penyandang disabilitas di masa pandemi covid-19. Menurutnya, wabah covid sangat berdampak bagi seluruh aspek kehidupan, tidak terkecuali terhadap hak atas pendidikan.

“Pembelajaran jarak jauh yang dilakukan sebagai upaya pemerintah  untuk melakukan isolasi sosial sangat berdampak terhadap orang tua, murid, dan juga para guru. Selain itu, imbas terhadap kesehatan mental pun cukup besar dari kegiatan daring tersebut.  Apabila melihat peserta didik non disabilitas saja memiliki kendala ketika menghadapi kondisi pembelajaran jarak jauh. Tentunya, bagi penyandang disabilitas pun akan memiliki kesulitan atau kendala yang lebih banyak lagi,” kata Yeni.

Lebih lanjut, Yeni menjelaskan mengenai layanan pendidikan bagi disabilitas. Melansir dari data Pusdatin Kemenbud tahun 2020, terdapat 2.270 sekolah luar biasa (SLB) di Indonesia, dengan rincian 593 SLB negeri, dan 1.677 SLB swasta. Adapun jumlah siswa sebanyak 144.102 siswa dari tingkat sekolah dasar, hingga sekolah menengah. Dan selain itu, terdapat pula 32.000 sekolah regular yang menjadi sekolah inklusi di berbagai daerah.

“Dari latar belakang dan situasi kondisi penyandang disabilitas tersebut, ada dua hal yang menjadi rumusan masalah dalam pengkajian ini. Pertama, Bagaimana Situasi dan kondisi pemenuhan hak pendidikan dasar bagi penyandang disabilitas pada masa Covid-19? Dan kedua, bagaimana upaya negara dalam melindungi dan memenuhi hak pendidikan dasar bagi penyandang disabilitas di masa Covid-19,” jelasnya.

Tujuan penelitian ini, lanjut Yeni untuk memberikan gambaran dan analisis situasi dan kondisi pemenuhan hak pendidikan dasar bagi penyandang disabilitan pada masa covid-19, serta melakukan analisis kritis terhadap upaya negara dalam melindungi dan memenuhi hak pendidikan dasar bagi penyandang disabilitas di masa covid-19.

“Fokus penelitian ini ialah metode pembelajaran jarak jauh dan pengaruhnya terhadap perlindungan dan pemenuhan hak atas pendidikan agi siswa disabilitas di masa pandemi covid-19, dengan ruang lingkup pendidikan dasar SD dan SMP yang berada di kota Bandung. Dengan alasan bahwa jumlah SLB di kota Bandung paling banyak, dan jumah peserta didik penyandang disabilitas terbesar se-Provinsi Jawa Barat,” ucap Yeni.

Direktur Pendidikan Masyarakat dan Pendidikan Khusus Kemdikbud, Dr. Samto memberikan apresiasi terhadap Komnas HAM RI, karena memiliki perhatian yang besar terhadap anak-anak penyandang disabilitas atau kebutuhan khusus. Dirinya berharap bahwa hasil kajian Komnas HAM dapat meningkatkan mutu layanan Kemdikbud terhadap para penyandang disabilitas, terutama pemenuhan hak pada masa pandemi covid-19.

“Untuk masukan terkait desain penelitian, karena menggunakan metode kualitatif. Harus lebih berhati-hati ketika membuat kesimpulan, ini tidak bisa digeneralisasikan,” pungkas Dr. Samto

Dr. Samto menjelaskan bahwa kebijakan pelaksanaan pendidikan di masa pandemi, harus mengutamakan hak atas kesehatan. Kedua, memberikan layanan pendidikan yang menjamin anak untuk tumbuh kembang serta menjadi kondisi psikososial yang memadai. Lebih lanjut, dirinya menyampaikan bahwa pada Surat Edaran (SE) Mendikbud No 4 tahun 2020, dinyatakan bahwa semua anak belajar dari rumah, namun tidak semua harus secara daring.

“Proses belajar dari rumah itu adalah belajar yang menyenangkan, memberikan pengalaman yang bermakna. Tanpa, dibebani ketuntasan kurikulum. Walaupun dalam praktiknya, di sekolah-sekolah masih banyak kesulitan dalam mengaplikasikannya.” Ucap Dr. Samto. (Radhia/LY)

Short link