Kabar Latuharhary

Para Pembela HAM Butuh Jaminan Kesejahteraan Psikologis

Latuharhary-Pekerja di Komnas HAM RI termasuk kategori para pembela HAM yang sering menghadapi trauma dan tekanan dampak dari pekerjaan. Wacana untuk menggulirkan pemenuhan kesejahteraan psikologis pun digulirkan sebagai upaya pencegahan gangguan kesehatan mental. 

“Berdasar survei kesehatan mental yang di inisiasi biro umum Komnas HAM RI ditemukan bahwa kurang dari 70% pegawai yang di tes mengalami gejala depresi, kecemasan, dan stress sedang serta tingkat cemas 50% mengalami cemas skala berat. Untuk itu, kesejahteraan psikologis bagi pegawai Komnas (pembela HAM) menjadi penting,” kata Komisioner Komnas HAM RI Sandra Moniaga dalam kegiatan “Wellbeing and Resilience for Human Rights Investigators and Advocates”, Rabu (2/3/2022). 

Para Pembela HAM di Komnas HAM RI juga dinilai telah mendapat dukungan dari Biro Umum dengan melakukan beberapa hal. Mulai dari melakukan seminar Mental Healing, dengan materi Knowledge, Awareness Mental Healing. Seminar ini bertujuan untuk memahami pentingnya mengelola diri untuk menghindari problem-problem kejiwaan yang akan berdampak pada menurunnya kinerja, tingkat stress tinggi sampai ganguan kejiwaan. 

Upaya kedua dengan melakukan survei kesehatan mental melalui self assesment dengan didampingi tenaga ahli serta memberikan fleksibilitas untuk jadwal kerja selama pandemi Covid-19. 

Langkah lanjutannya pun telah dilaksanakan bagi setiap staf per Bagian. Seperti di Bagian Pemantauan dan Penyelidikan diadakan sesi “Manajemen Stress dalam Penanganan Kasus” dengan agenda tes kesehatan mental menggunakan instrumen DASS, diskusi kelompok, dan sesi bersama psikolog. Di Bagian Pelayanan Pengaduan dilakukan konsultasi psikologi dengan Yayasan Pulih serta konsultasi individual. 



Rencana tindak lanjut penanganan staf Komnas HAM yang membutuhkan penanganan lanjutan dilakukan melalui sejumlah cara, antara lain:  konseling psikoterapi selama 60 menit, pelatihan mentoring bagi pemimpin bagian/perwakilan; pelatihan konseling (dukungan pelayanan dan pengaduan), serta diskusi terfokus.

Selain penanganan individual diadakan pula terapi grup dengan durasi 90 menit/sesi menggunakan pendekatan edukasi dan proses melalui sejumlah tema.

Kegiatan ini difasilitasi oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban bersama pemrakarsa Human Rights Resilience Project (HRRP), yaitu dosen Hukum dan HAM di New York University Dr. Meg Sattherwaite dan kolega-koleganya. Hadir juga Komnas Perempuan, KPAI, Pulih, serta, IWE. (SP/IW)

Short link