Jakarta – Peristiwa klitih atau tawuran yang mengakibatkan korban jiwa di Yogyakarta menjadi sorotan publik karena terdapat dugaan kekerasan oleh aparat. Komnas HAM pun menerima pengaduan atas kasus tersebut.
Proses penetapan tersangka kasus penganiayaan klitih di Simpang Druwo, Sewon, Bantul-Gedongkuning, Kotagede, DI Yogyakarta pada 3 April 2022 lalu berbuntut panjang. Keluarga dan kuasa hukum tersangka mendapati beberapa kejanggalan.
Salah satu kuasa hukum tersangka menyampaikan adanya dugaan tindakan kekerasan yang dilakukan oleh aparat kepolisian saat proses penyelidikan kasus tersebut. “Adanya dugaan kekerasan dan pemaksaan, ketidakadilan yang dilakukan oleh Kepolisian Resor Kota Yogyakarta. Dalam hal ini Polsek Kotagede,” terangnya saat menyampaikan aduan tersebut bersama keluarga tersangka, secara daring, Senin (06/06/2022).
Kronologi penangkapan hingga penahanan kelima pelaku terjadi pada 9 April 2022 dilakukan pada waktu yang berbeda di beberapa tempat. "Saat ditangkap dinyatakan bertanggungjawab pada saat kejadian tarung sarung. Anak-anak ini ditangkap di Polsek Sewon,” lanjutnya.
Kuasa hukum tersangka juga menceritakan adanya paksaan kepada kelima tersangka untuk mengakui tindakan yang terjadi di Gedongkuning, Kotagede Yogyakarta. “Dugaannya kuat, dan kami mendengar dari pengakuannya, itu adalah pemukulan, kekerasan, penyiksaan untuk mengakui suatu perbuatan yang terjadi di Gedong Kuning. Ini awal dari pengaduan kami,” jelasnya.
Menanggapi pengaduan tersebut, Wakil Ketua Komnas HAM RI Munafrizal Manan mencermati, fenomena klitih di Yogyakarta menjadi salah satu isu yang turut menjadi perhatian Komnas HAM.
“Dengan ini sudah menjadi pengaduan yang resmi disampaikan oleh pihak keluarga dan juga pendamping hukum maka nanti Komnas HAM akan melakukan telaah dan juga berkewajiban menindaklanjuti pengaduan yang disampaikan,” tuturnya.
Kekerasan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum, menurut Munafrizal merupakan kasus kategori serius. “Kekerasan yang dilakukan oleh aparat menjadi perhatian serius oleh Komnas HAM karena kami cukup banyak menerima penyampaian pengaduan semacam ini,” ucapnya.
Dalam konteks penanganan pengaduan tersebut, Munafrizal menerangkan pengaduan tersebut akan ditindaklanjuti oleh Bidang Pemantauan dan Penyelidikan. “Kalau dilihat dari subtansi materi yang diadukan, maka ini memang lebih relevan konteksnya dengan fungsi Pemantauan yang dimiliki oleh Komnas HAM,” terangnya. Sebagaimana tercantum Pasal 89 UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM, Komnas HAM memiliki fungsi dan wewenang dalam Bidang Pemantauan.
Ia juga menekankan bahwa pihaknya tidak dapat melakukan intervensi terhadap proses hukum yang sedang berjalan. Namun dirinya berkomitmen, Komnas HAM akan tetap bekerja sesuai dengan fungsi dan kewenangan yang dimiliki. (AM/IW)
Short link