Kabar Latuharhary

Komnas HAM Soroti Proses Implementasi UU TPKS 

Jakarta - Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) disahkan pada 12 April 2022 lalu. Hingga saat ini, peraturan turunannya masih diproses.


“Karena UU ini tentang pidana yang paling penting ada dua hal. Pertama, prosedur pembuktian. Di dalam UU ini, pasti mengacu ke KUHP tapi ada istilah hukum, pengecualian,” jelas Wakil Ketua Bidang Eksternal Komnas HAM Amiruddin dalam Diskusi Terfokus Peran Lembaga Negara HAM RI dalam UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, Senin (13/6/2022).


Sebagaimana tercantum dalam Pasal 7 UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang TPKS, Amir mengatakan bahwa pelecehan seksual baik fisik maupun non fisik termasuk dalam delik aduan. Namun ketentuan tersebut tidak berlaku bagi korban penyandang disabilitas atau anak. Pelecehan seksual terhadap keduanya termasuk dalam delik biasa yang dapat diproses tanpa pengaduan dari pihak korban. Hal penting lainnya terkait barang bukti.


"Dalam Peraturan Pemerintah yang merupakan turunan UU TPKS nantinya perlu mengatur hal-hal tersebut," sebut Amir.


Amir juga mencermati unsur tindak pidana kekerasan seksual bersifat pemaksaan. Selanjutnya, yang menjadi kunci proses perkara pidana ialah rencana tuntutan. “Apa yang jadi kunci pidananya? Rentut, rencana penuntutan. Kalau itu, kita perlu koordinasi dengan Jaksa,” terangnya.


Amiruddin juga mendorong untuk adanya koordinasi dengan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LSPK) terkait prosedur perlindungan dan hak-hak bagi korban maupun saksi.


Ia juga mendorong Komnas Perempuan agar mampu melakukan pemetaan peristiwa kekerasan seksual di Indonesia serta menjadi pusat data atas kasus-kasus tersebut. “Saya usul Komnas Perempuan bangun pusat data kekerasan seksual,” ujarnya.


UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang TPKS mengatur sembilan bentuk tindak pidana kekerasan seksual, yaitu pelecehan seksual non fisik; pelecehan seksual fisik; pemaksaan kontrasepsi; pemaksaan strerilisasi; pemaksaan perkawinan; penyiksaan seksual; ekspoitasi seksual; perbudakan seksual; kekerasan seksual berbasis elektronik; dan tindak pidana kekerasan seksual lainnya sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundangan-undangan.


UU ini bertujuan untuk mencegah segala bentuk kekerasan seksual; menangani, melindungi dan memulihkan korban, melaksanakan penegakan hukum dan merehabilitasi pelaku, mewujudkan lingkungan tanpa kekerasan seksual; dan menjadi ketidakberulangan kekerasan seksual. (AM/IW)

Short link