Kabar Latuharhary

Komnas HAM Ingatkan Pentingnya Pemenuhan HAM Masyarakat Adat

ENDE-Keberadaan masyarakat adat pada sebuah negara telah diakui  melalui Undang-Undang. Namun, praktiknya masih banyak haknya yang belum terpenuhi. 

“Pada Undang-Undang telah dijamin secara tertulis keberadaan masyarakat adat oleh negara dalam bentuk legal formal atau aturan,” tutur Wakil ketua Internal Komnas HAM RI, Munafrizal Manan dalam Diskusi Publik “Pengakuan dan Perlindungan HAM bagi Masyarakat di Indonesia”, Senin ( 13/6/2022), di Ende, Nusa Tenggara Timur. 

Sedangkan berdasarkan data Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, baru 68 Pemerintah Daerah yang mengakui keberadaan masyarakat adat. HAM masyarakat adat, katanya, harus dipenuhi secara holistik, menyeluruh, dan komplit.

Masyarakat adat juga berhak atas jaminan pemenuhan HAM secara menyeluruh, mulai dari hak ekosob, politik, termasuk hak dalam pembangunan. Adapun negara wajib menghormati, melindungi, dan memenuhi HAM masyarakat adat. 

Munafrizal mencermati adanya pola pelanggaran HAM terhadap masyarakat adat, antara lain: minimnya pengakuan dan perlindungan atas masyarakat adat oleh negara, konflik agraria struktural, minimnya perlindungan bagi pembela hak-hak masyarakat adat, pengabaian batas teritorial yang khas/unik pada K

kelompok masyarakat adat nomad dan semi-nomad oleh negara, serta penyederhanaan cara pandang hubungan masyarakat adat semata ekonomistik dan mengabaikan hubungan sosial, budaya, ekonomi, ekologi, dan religio magis.



Menilik pengaduan masyarakat adat yang masuk ke komnas HAM RI (periode 1 Januari – 7 Juni 2022) terdapat 31 pengaduan, termasuk dari Nusa Tenggara Timur sebanyak 4 pengaduan. Ada 11 aduan sedang diproses di pemantauan dan penyelidikan Komnas HAM RI dengan isu yang paling dominan adalah terkait sengketa lahan sebanyak 21 aduan. 

Sementara, pihak yang paling banyak diadukan adalah perusahaan dan Pemerintah Daerah. Hak-hak yang dilanggar adalah hak atas kesejahteraan sebanyak 20 aduan. 

Komnas HAM memberi atensi terkait hak masyarakat adat melalui penyusunan, publikasi, pengkajian dan penelitian mengenai hak-hak masyarakat adat di Indonesia, antara lain: Inventarisasi dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat (2005), Mewujudkan Hak Konstitusional Masyarakat Hukum Adat. Himpunan Dokumen Peringatan Hari Internasional Masyarakar Hukum Adat (2006), dan Inkuiri Nasional Komnas HAM: Konflik Agraria Masyarakat Hukum Adat atas Wilayahnya di Kawasan Hutan (2016).

“Komnas HAM juga memiliki Standar Norma dan Pengaturan (SNP) yang menyatakan secara eksplisit penjelasan rinci tentang Jaminan perlindungan, penghormatan, dan pemenuhan HAM masyarakat adat”, tegas Munafrizal. 



Munafrizal menyimpulkan beberapa hal terkait hak masyarakat adat, antara lain: pentingnya penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak-hak masyarakat adat belum dilakukan secara maksimal oleh negara; masyarakat adat memiliki kebutuhan khusus dan karena itu berhak mendapat perlakuan secara ekstra dalam penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak asasi manusia; Negara perlu meninjau ulang segala peraturan dan kebijakan agar lebih selaras dengan penghormatan, pelindungan, dan pemenuhan hak-hak masyarakat adat dengan didasarkan pada instrumen HAM nasional maupun internasional yang telah diratifikasi oleh Pemerintah RI; perlu koordinasi antarkelembagaan yang lebih luas untuk memastikan penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak asasi masyarakat adat; perlu ada mekanisme alternatif penyelesaian sengketa yang bersifat khusus untuk masyarakat adat; dan RUU tentang Masyarakat Adat yang telah masuk Prolegnas Tahun 2022 harus dibahas dengan melibatkan partisipasi bermakna dari representasi masyarakat adat dan segera disahkan menjadi UU. 

“Komnas HAM sangat terbuka jika kedepan ada hal-hal lain yang bisa dikerjasamakan dengan teman-teman yang fokus dengan masyarakat adat, serta masyarakat adatnya sendiri,” tutur Munafrizal. (SP/IW)

Short link