Kabar Latuharhary

Kasus Haris Azhar dan KontraS, Komnas HAM Pastikan Terbitkan Dokumen Perlindungan Pembela HAM



Latuharhary – Kasus pemidanaan dua aktivis hak asasi manusia, Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti terus bergulir. Komnas HAM RI bakal mengupayakan penerbitan dokumen perlindungan pembela HAM. 

Haris Azhar dan Tim Advokasi untuk Demokrasi, di antaranya  Andi Muhammad Rezaldy (KontraS) dan Teo Reffelsen (LBH Jakarta) secara khusus datang ke Kantor Komnas HAM RI, Jumat (24/6/2022). Mereka meminta informasi terkait perkembangan tindak lanjut dari permohonan perlindungan atas ancaman gugatan secara perdata dan pemidanaan secara paksa terkait kritik yang disampaikan kepada  Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan.

Tim Advokasi untuk Demokrasi berharap Komnas HAM RI dapat melakukan identifikasi kepada Fatia Maulidiyanti dan Haris Azhar sebagai pembela HAM dan menerbitkan dokumen yang berisi penilaian kriterianya.

Komisioner Komnas HAM RI Hairansyah didampingi Subkoordinator Analis Pelanggaran HAM Yunita Christine menerima langsung kedatangan rombongan tersebut. “Komnas HAM RI menaruh perhatian serius terhadap perlindungan pembela HAM, pelaksanaan perlindungannya diatur dalam Peraturan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Nomor 5 Tahun 2015 serta terdapat dalam Standar Norma dan Pengaturan Nomor 6 tentang Pembela HAM,” ungkap Hairansyah.

Dalam Standar Norma dan Pengaturan Nomor 6 tentang Pembela HAM Poin 174 disebutkan “dalam hal ada permintaan dari pihak yang mewakili pembela HAM atau otoritas yang sedang menangani kasus yang diduga terkait dengan pembela HAM, Komnas HAM dapat melakukan identifikasi atas pembela HAM dimaksud dan menerbitkan dokumen yang berisi penilaian kriteria atas seseorang/kelompok/organisasi sebagai pembela HAM terpenuhi, dan menyampaikan rekomendasi penanganannya kepada otoritas terkait”. 

Kasus ini mencuat setelah kedua aktivis tersebut mengaitkan nama Luhut dengan perusahaan bisnis tambang di Papua di channel YouTube.   Luhut kemudian melaporkan Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti ke Polda Metro Jaya pada 22 September 2021. Polda Metro Jaya mengedepankan restorative justice di kasus yang dilaporkan Luhut tersebut. Tiga kali mediasi dilakukan, namun berakhir buntu. (AAP/IW)
Short link