Kabar Latuharhary

Pelatihan Kolaboratif Investigasi Prinsip Mendez, Menuju Kultur Kepolisian Tanpa Kekerasan


Semarang-Penanganan kasus hukum oleh kepolisian mendapat perhatian khusus untuk diselaraskan dengan nilai dan prinsip pelindungan hak asasi manusia. Upaya meminimalisasi potensi terjadinya kekerasan pun dilakukan melalui pengenalan kurikulum pelatihan aparat kepolisian dengan pendekatan investigatif efektif berbasis dari Prinsip Mendez.

Selama 5 hari pelatihan (20-24/6/2022), sebanyak 20 orang anggota Polri dari Polda Jawa Tengah, DI Yogyakarta, dan Jawa Timur diperkenalkan kurikulum berbasis HAM. Para pemateri dari empat lembaga tadi membangun perspektif anggota kepolisian untuk mengimplementasikan prinsip hak asasi manusia dalam proses penanganan kasus.  

Dalam sesi khusus, Komisioner Pendidikan dan Penyuluhan Komnas HAM RI Beka Ulung Hapsara menjadi pembicara Pelatihan Hak Asasi Manusia dalam Pemolisian dan Investigasi Tindak Pidana (Workshop Human Rights in Policing on Criminal Investigations and Protection of Detainees) di Jakarta Center for Law Enforcement Cooperation (JCLEC), kompleks Akademi Kepolisian, Semarang, Jawa Tengah, Jumat (24/6/2022).

Beka mengapresiasi para penyelenggara yang berkolaborasi, antara lain Danish Institute of Human Rights (DIHR), Kepolisian Denmark, dan JCLEC. Program pelatihan bersama (joint training) yang perdana digelar ini mengusung metode baru, yakni PEACE berlandaskan praktik investigasi Prinsip Mendez.

“Tren aduan terhadap Polri jumlahnya turun. Namun, angka menurun seperti puncak gunung es karena masih banyak yang belum diadukan, belum ada penyelesaian permanen dan korban belum puas atau mengadu ke lembaga lain,” jelas Beka.

Dari pengamatannya, angka aduan dengan obyek kepolisian pada 4-5 tahun lalu mencapai angka ribuan. Pada 2021 sejumlah 758 aduan, atau menurun dari semula 783 aduan. Klasifikasi aduan di antaranya penanganan lambat, kekerasan, kriminalisasi, penyiksaan, penangkapan sewenang wenang, penahanan sewenang-wenang hingga intimidasi.

Mekanisme pelatihan kolaboratif ini, dinilai Beka, memberikan konteks terkait sistem kepolisian dan implementasi prinsip HAM di Indonesia dan Denmark beserta korelasinya dengan stakeholder institusi hukum hingga lembaga peradilan. 

“Dua hal penting yang Komnas HAM dorong, yaitu adanya inisiatif implementasi berkelanjutan permanen, bukan sekadar pelatihan. Kerja sama antarpihak juga bisa lebih besar dan terlembagakan. Komnas HAM bersama Kompolnas mendorong Polri mempraktikkan hasil pelatihan ini dan bertemu di titik yang sama,” imbuh Beka.

Keberhasilan pelatihan bersama ini bakal ditindaklanjuti dengan sesi lanjutan yang akan dilaksanakan pada Oktober 2022 mendatang. Potensi kerja sama lainnya juga sangat terbuka bagi keempat pihak.

Komisioner Kompolnas Poengky Indarti ikut optimistis hasil pelatihan akan dijalankan secara efektif jika para pucuk pimpinan Polri mendukung penuh. “Perlu ada percepatan reformasi kultural Polri seperti mandat reformasi, salah satunya dengan memasukkan materi kurikulum HAM yang saat ini sangat sedikit. Misalnya, perlu pedoman penyelidikan dan penyidikan bagi kelompok rentan seperti anak, perempuan, dan difabel,” urai Poengky.




Para pemateri lainnya antara lain Hari Reswanto (Koordinator Bidang Penyuluhan), Adrianus Abiyoga (Fungsional Penyuluh HAM Komnas HAM), Inge Fremming, Henrik Wulff (Kepolisian Denmark), Paul Dalton, Rachel Towers (DIHR), dan Widya Anugerah Sejati (Program Manager JCLEC). 

Turut mendampingi Koordinator Bidang Kerja Sama Sri Nur Fathya dan Analis Kerja Sama Indah Wulandari. (IW)

Short link