Kabar Latuharhary

Pelindungan untuk Jurnalis dan Kebebasan Pers

Kabar Latuharhary - Komisioner Komnas HAM RI, M. Choirul Anam, menjadi pemantik Multi-Stakeholders Focus Group Discussion Efektivitas Mekanisme Penanganan Kasus Jurnalis dan Pemantauan Kebebasan Pers pada Jumat, 24 Juni 2022 bertempat di Ashley Hotel, Jakarta.


Diskusi kelompok terfokus ini bertujuan untuk melakukan pemetaan dan pengumpulan data terkait isu kebebasan pers yang akan dinilai dalam laporan mekanisme penangan kasus jurnalis, melakukan asesmen terhadap efektivitas prosedur penanganan pengaduan isu kebebasan pers, serta membangun forum koordinasi dalam skena penanganan kasus jurnalis dan kebebasan pers di Indonesia.


Inisiatif penyelenggaraan kegiatan ini dilatarbelakangi oleh tingginya kasus terhadap jurnalis dan penyalahgunaan profesi wartawan. Merespon permasalahan tersebut, Human Rights Working Group (HRWG) bersama Yayasan TIFA dan Perhimpunan Pengembangan Media Nusantara (PPMN) yang tergabung dalam konsorsium Jurnalisme Aman merasa perlu untuk mendiskusikan lebih dalam mengenai kontestasi isu antara perlindungan tehadap jurnalis dalam menjalankan tugasnya dan tanggung jawab jurnalis atas kualitas berita yang ditulisnya, serta upaya mengevaluasi efektivitas prosedur penanganan pengaduan isu dalam skena kebebasan pers, media, serta jurnalis.


Diskusi diawali dengan 3 (tiga) orang narasumber pemantik yang merupakan perwakilan Direktorat Pengelolaan Media, Kominfo RI, Komnas HAM RI dan Dewan Pers Indonesia. Agung Dharmajaya, Wakil Ketua Dewan Pers Indonesia, menyampaikan bahwa jumlah perkara yang disampaikan ke Dewan Pers tergolong tinggi. “Satu tahun bisa 800 perkara yang masuk ke Dewan Pers,” ungkapnya.


Agung menjelaskan bahwa perkara yang masuk meliputi kekerasan yang dialami oleh pers, baik kekerasan fisik, seksual maupun bentuk lainnya. Sehubungan dengan hal tersebut, Agung mendorong adanya perjanjian kerja sama (PKS) dan prosedur operasi standar (SOP) setelah adanya MoU Polri dengan Dewan Pers, upaya pendataan jumlah media agar lebih mudah dalam mengidentifikasi jurnalis dan kerja-kerja jurnalis, terutama jika terjadi kasus pelanggaran kebebasan pers, serta mendorong pendekatan penyelesaian kasus pers yang tepat kepada para akademisi.


Sebagai salah satu acuan dalam upaya penghormatan, pelindungan dan pemenuhan hak atas kebebasan pers, Muhammad Hafiz, Peneliti Senior HRWG Indonesia, yang berperan sebagai moderator diskusi, turut menyampaikan bahwa HRWG dan Yayasan TIFA sedang menggencarkan diseminasi Standar Norma Pengaturan (SNP) Nomor 5 tentang Hak atas Kebebasan Berekspresi dan Berpendapat, yang di dalamnya juga meliputi isu kebebasan pers. “Target diarahkan ke Fakultas Hukum agar pendekatan HAM dalam konteks pers lebih kuat,” terangnya.


Menanggapi permasalahan ini, M. Choirul Anam, Komisioner Komnas HAM RI, menekankan pentingnya membangun mekanisme yang efektif terhadap penanganan kasus jurnalis dan pemantauan kebebasan pers.


“Saya tawarkan bagaimana mekanismenya itu, sehingga untuk teman-teman yang bekerja jurnalistik (lalu) menanggapi ancaman, Komnas HAM bisa menggunakan dimensi bahwa dia adalah HRD (pembela HAM) dan ikut secara maksimal memberikan pelindungan. Jurnalis secara letterlijk adalah HRD, namun sekarang siapapun bisa ngomong. Termasuk yang bisa doxing, mengutamakan ras tertentu, yang dalam HAM itu tidak boleh.”


Anam menambahkan bahwa Komnas HAM tidak memiliki wewenang untuk menentukan apakah suatu produk merupakan produk jurnalis atau bukan, kecuali aktivitas tersebut menyerang banyak pihak (tidak hanya media saja). Begitu pula pada konteks kekerasan. Menanggapi keprihatinan Dewan Pers, Anam menyampaikan perlunya sinergi secara mekanisme penerapan SOP, yakni tidak hanya antara turunan MoU dengan Kepolisian, tetapi juga mekanisme Komnas HAM dengan Dewan Pers.



Dari sisi pemerintah, Dimas Aditya Nugraha, Koordinator Audio Visual dan Media Sosial, Direktorat Pengelolaan Media, Direktorat Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), menambahkan penjelasan bagaimana menjaga pers sebagai pilar demokrasi di era transformasi digital.


Kegiatan kemudian dilanjutkan dengan penyampaian data maupun tanggapan dari perwakilan lembaga jurnalis, perwakilan wartawan, dan lembaga yang fokus terhadap pendampingan isu kebebasan pers.


Turut mendampingi dari Komnas HAM, yaitu Zsabrina Marchsya Ayunda, Analis Kebijakan, dan Arief Rahman Tamrin, Analis Pelanggaran HAM. (Zsabrina Marchsya Ayunda)


Short link