Kabar Latuharhary

Strategi Pendirian Komnas HAM

Kabar Latuharhary – Isu hak asasi manusia (HAM) sudah menjadi perbincangan dan kajian secara global, baik konsep hingga hal mendasar terkait HAM. Indonesia sendiri telah mengakui HAM secara implisit melalui teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang pertama kali dibacakan Presiden Soekarno pada 17 Agustus 1945 dan kemudian dituangkan ke dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 bahwa kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa.

Hal ini disampaikan oleh Dr. Noer Hassan Wirajuda saat menjadi narasumber kegiatan Pusdahamnas Komnas HAM pada Kuliah Umum Hak Asasi Manusia Seri II bertajuk “Kilas Balik dan Tantangan Mendokumentasikan Kiprah Komnas HAM” melalui zoom webinar, Rabu (03/08/2022).

“Kemerdekaan itu mother of all human rights,” tegas Dr. Noer Hassan Wirajuda yang biasa disapa Hassan.

Diplomat Indonesia yang pernah menjabat sebagai Menteri Luar Negeri ini merupakan salah satu pemrakarsa terbentuknya Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Pada kesempatan ini Hassan menceritakan pengalaman dan berbagi ilmu terkait strategi pendirian Komnas HAM yang menurutnya tidaklah mudah, apalagi di tengah orde baru yang kental dengan otoritarian.

“Komnas HAM terbentuk pada 1993 berdasarkan hasil rekomendasi dari seminar nasional HAM, cukup sulit direalisasikan karena tidak mudah melakukan inovasi di zaman orde baru,” ungkap Hassan. Menurutnya kendala pada masa itu adalah adanya monopoli kekuasaan oleh eksekutif dan monopoli ini menjurus kepada monopoli pembenaran akan suatu peristiwa. Selain itu, isu terkait hak asasi manusia masih dianggap tabu dan masih asing diperbincangkan secara umum.

Strategi pendekatan Hassan lakukan untuk bisa mendirikan sebuah lembaga berbasis HAM yang hingga saat ini diberi nama Komnas HAM. Menurutnya saat itu kelompok terkuat di Indonesia adalah tentara, sehingga Hassan mengundang mereka pada setiap kegiatan sidang konferensi HAM. Cara ini membuahkan hasil dengan adanya perubahan persepsi terkait HAM.

“Ada kontribusi dari tentara disini, saat itu kemampuan mengidentifikasi perwira-perwira yang berpikiran maju dibutuhkan dalam pembentukan Komnas HAM karena selama ini ada mispersepsi tentang HAM,” ucap Hassan.

Terkait landasan kebijakan pembentukan Komnas HAM, Hassan menghimbau kepada para peserta webinar untuk tidak perlu mempermasalahkan dan meragukan keindependensian Komnas HAM. Menurutnya Komnas HAM dibentuk berdasarkan keputusan Presiden atau pun undang-undang itu tidak akan mempengaruhi independensi Komnas HAM karena independensi tidak bergantung pada dasar pembentukannya tetapi pada integritas tinggi orang-orang yang membangun Komnas HAM.

Pada akhir sesi, Hassan mengingatkan jika pelindungan dan pemajuan HAM merupakan tugas bersama yang tidak akan kunjung selesai dan tantangan yang akan terus menerus harus dihadapi karena tidak ada satu negara pun yang bisa mengklaim telah bebas dari pelanggaran HAM. Hal ini disebabkan karena adanya ketidakpatuhan terhadap norma hukum, moral, dan etika yang melahirkan perang atau konflik bersenjata yang erat kaitannya dengan pelanggaran HAM.

Setuju dengan Hassan, Komisioner Pengkajian dan Penelitian Komnas HAM Sandrayati Moniaga mengungkapkan jika sulit suatu negara dapat terbebas dari pelanggaran HAM, namun kondisi tingkat pelanggaran HAM-nya dapat dikurangi. “Saat ini kondisi HAM di Indonesia sudah lebih baik namun masih belum baik sekali, dan perjalanan pelindungan dan pemajuan HAM masih panjang,” pungkas Sandra sembari menutup acara webinar.

Webinar Kuliah Umum Hak Asasi Manusia Seri II ini dimoderatori oleh Plt. Kepala Biro Dukungan Pemajuan HAM Mimin Dwi Hartono, dibuka oleh Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik, dan ditutup oleh Komisioner Pengkajian dan Penelitian Komnas HAM Sandrayati Moniaga. Terpantau Plt. Sekretaris Jenderal Komnas HAM Aris Wahyudi beserta jajaran, Sekretaris Jenderal Ombudsman RI beserta jajaran, serta Sekretaris Jenderal Komnas Perempuan beserta jajaran turut hadir dalam kuliah umum ini.

 

Penulis: Andri Ratih
Editor: Hari Reswanto
Short link